[29] city lights

453 74 2
                                    

Song: I Still Love You-TheOvertunes

***

"Pulang sekarang?"

Dengan malu-malu Gama mengajukan tanya pada gadis di hadapannya itu. Dia nggak tahu kenapa jadi gugup banget. Rasanya dadanya mau meledak. Sedangkan Anne dari balik tudung jaketnya itu menahan senyum. Gama udah bisa nebak bentar lagi bakal diejek habis-habisan.

Ia terima. Ia sendiri juga mau mengetuk dirinya atas tindakan implusifnya yang alay barusan. Waktu mau ngambil tas, dia nemu gitar di ruang editing. Nggak tau punya siapa. Selama ini nggak pernah dia lihat ada gitar nganggur di ruangan yang tiap hari ia datangi. Dan entah kenapa malam ini tiba-tiba aja muncul kayak ada yang sengaja narok itu barang di sana. Terus pas ngelihatnya, tiba-tiba aja kepikiran mau nembak Anne di depan khalayak ramai. Untungnya ia masih waras. Dia nggak benar-benar ngelakuin itu. Di umurnya yang nyaris seperempat abad ini harusnya dia ngelamar Anne bukan ngajak pacaran kayak anak remaja SMP.

"Gue nggak tahu kalo lo ternyata lucu,"

"Yuk pulang." Gama dengan cepat meraih tangannya. Menariknya untuk segera menjauh dari kerumunan orang-orang. "Tadi itu nggak sengaja."

Anne memajukan dirinya segera, menempel ke Gama tiba-tiba. "Oh. Jadi lo bilang suka ke gue itu nggak sengaja juga? Lo nggak sengaja nembak gue?"

"Bukan gitu."

Langkah Gama tiba-tiba terhenti. Tampaknya tidak setuju dengan kalimat Anne yang sebenarnya hanya gurauan saja. Dihadapkannya dirinya di depan sang tuan yang kelihatannya sedang menyusun kalimat untuk dikatakan. Anne udah siap ngobrol malam ini.

"Gue sayang sama lo, Ann." Kalimat Gama jatuh dengan lembut. Kelihatan kalau dia benar-benar gugup karena harus menghela dan menarik napas susah payah. "Gue nggak bisa bayangin sebahagia apa kalo kita sama-sama. Kayaknya nggak ada yang paling bahagia selain sama lo."

Mendengar itu, Anne harus menahan air matanya. Tidak mau ada bulir bening jatuh membasahi pipi. Selama ini, Anne merasa nggak ada yang benar-benar bahagia sama dia. Nggak ada yang benar-benar sayang sama dia. Nggak ada yang mau bahagia sama dia. Tidak ada satu pun.

"Gue nggak tahu kapan pastinya gue suka sama temen gue sendiri—lo." lanjutnya. "Gue tiba-tiba aja pengen bagi semua hal ke lo. Gue tiba-tiba aja pengen jadi satu-satunya tempat lo cerita. Gue pengen tahu lo ngapain aja. Tapi gue sadar kalo kita punya batasan yang aneh aja kalo gue lewatin. Bikin gue jadi nahan diri buat nyimpan perasaan ini sendirian."

Kalimat panjangnya bikin Anne diam.

"Tapi sekarang gue nggak bisa lagi. Buat nggak kangen sama lo. Buat nggak sayang sama lo. Gue benar-benar nggak bisa, Ann." Dia bahkan punya genangan lebih banyak di matanya daripada sang puan sekarang. "This is too hard for me, Ann." Kepalanya jatuh menunduk. Menyembunyikan isak.

Helaan napas Anne panjang. Susah payah ia menelan salivanya. Obrolan yang sejak kemarin ingin Anne dengar ternyata tidak mudah diterimanya. Sekarang Anne bingung harus merespon apa. Sampai detik ini, Anne nggak paham sama perasaannya sendiri. Apa dia beneran suka sama Gama atau cuma lagi ngulang kebaikan-kebaikan Gama aja. Lagi nyari apa yang dia rasain selama Gama baik ke dirinya. Bukan nyari perasaannya ke Gama.

Iya, Anne tahu ia rumit banget. Ia nggak sepenuhnya juga yakin sama apa yang dikatakan Gama sekarang. Melihat ke belakang, berapa banyak cowok yang cuma main-main ke dia, juga cerita Khaesan tadi yang bikin Anne overthinking soal cinta-cintaan hingga pada akhirnya ragu ke Gama.

"Gam sorry kalo tadi gue kesannya nggak sabaran." Anne jadi gugup juga. Bingung mau nolak Gama gimana. "Terus jadi nuduh-nuduh lo. Padahal gue belum tentu juga bisa nerima lo. Karena," Ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Kepalanya tiba-tiba aja berat. Kayak ada yang nimpa. Pandangannya kemana-mana. Nggak berani mau natap Gama langsung.

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang