[26] fever 2.0

480 70 2
                                    

Song: always, i'll care-Jeremy Zucker

***

"Mau minum apa?"

"Lemon tea aja."

Ken mengangguk mendapat jawaban itu. Dia beranjak dari tempat duduknya. Pergi untuk memesan.

Anne yang ditinggal cuma diam mematung sendiri. Tidak banyak orang di kafe ini mengingat malam juga sudah mulai larut. Dilihatnya jalanan dari kaca jendela kafe, harap-harap tidak hujan. Karena memang belakangan ini cuaca lagi nggak bagus.

Tidak lama sejak Ken pergi memesan, dia kembali lagi. Dan suasana menjadi canggung seperti sebelumnya. Kalau dihitung-hitung, mungkin hampir satu tahun mereka tidak duduk bersama seperti ini. Anne tak ingat betul. Dan malas juga mau mengingatnya.

"Lagi ada projek apa, Ann?"

Ken masih sama. Pipinya berlubang kiri-kanan kalau tersenyum. Buah bibirnya merah bikin Anne penasaran bagaimana bisa ia dapati bibir secantik itu. Juga wangi. Kelebihan-kelebihan Ken yang mungkin bukan cuma Anne aja yang sadar tapi semua orang juga.

"Lagi evaluasi projek film kalau sekarang,"

"Kamu dapet projek film?" timpal Ken sembari menyebut Anne dengan panggilan kamu membuat sang puan berpikir cukup berlebihan untuk dipakai sekarang. "Pantes. Kalau film sibuknya berbulan-bulan, kan." lanjutnya. Merasa paling tahu.

"Nggak sesibuk itu kok. Masih biasa aja."

Ken mengangguk, diam kemudian. Mungkin dia merasakan aura ketidak-senangan Anne.

"Kamu mau ngomong apa?" Gadis itu menyerang cepat. Dari raut wajahnya pun Ken harusnya tahu, Anne tak bisa berlama-lama di sini. Ia sangat kelelahan. "Aku besok ada meeting pagi."

"Aku bingung gimana ngomongnya."

Harusnya, untuk seseorang yang jadi perwakilan banyak organisasi dan himpunan, tidak sulit baginya untuk memulai kata. Tapi entah dengan Anne, lidah Ken jadi kelut.

"Aku tahu ini udah telat buat minta maaf ke kamu. Harusnya aku sadar dari awal. Tapi demi apapun, Ann, aku sama sekali nggak ada niat kayak gitu. Nggak pernah dari awal deketin kamu cuma mau baperin kamu terus ghosting kamu. Apalagi sampai cheating on you." Kalimatnya jadi panjang banget. Langsung ke intinya. "Aku serius sama kamu, Ann. Cuma sama kamu."

Atmosfer di ruangan itu tidak berubah sama sekali. Masih sama seperti saat Anne datang bersama Ken. Sunyi saja. Anne sendiri juga kehilangan debar yang setiap hari ia khawatirkan kalau bertemu lagi. Pikir Anne ia akan luluh lagi. Tapi semua terasa biasa saja.

"Sama kamu tuh seru banget, Ann. Selama sama kamu aku ngerasa ngeliat dunia ini lebih luas. Jadi, waktu tiba-tiba kita jauh-jauhan dan asing kayak gini, aku bingung." Nadanya parau.

"Kenapa bingung?" Gadis itu menyambar dengan sorot mata tajamnya.

Ken merasa diserang.

"Kamu nggak kelihatan bingung tuh waktu kita tiba-tiba jadi asing. Kamu nggak kelihatan kalau nggak baik-baik aja. Kayak ada atau nggaknya aku kamu bisa ngejalani hari dengan baik. Kamu kesana-kesini. Aku aja tiap hari susah payah buat lupain kamu. Kita udah hampir setahun asing. Nggak lucu banget kamu datang lagi sekarang, ngomong kamu serius ke aku."

Sekarang yang panas-dingin Ken. Ia sudah mengira Anne akan menyerangnya dengan segala keluh karena kebodohannya selama ini. Tapi Ken datang hari ini, karena ia sudah siap dengan apa yang terjadi. "Ann, aku nggak kayak apa yang kamu pikir. Buat ngejar kamu, aku harus mikir berpuluh-puluh kali. Am i worthy enough for you apa nggak. Aku selalu mikirin gimana caranya biar bisa sama kamu. Tapi aku nggak seberani itu untuk mulai. Yang suka sama kamu banyak, Annelka."

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang