[31] NEW

503 89 4
                                    

Song: Komang-Raim Laode

***

"Udah nggak usah masak. Go food aja."

"Biarin lu nyuci piring tengah malam."

Usai nangis-nangis karena kehilangan Gama hari ini, Anne melayangkan banyak kalimat penuh emosi ke laki-laki itu. Iya, Gama kena marah. Nggak ada yang minta dikabarin di sini. Anne cuma pengen Gama nggak tiba-tiba hilang. Sampai Mas Tara aja nggak tahu dia kemana. Padahal sempat ketemu tadi pagi. Anne takut dia pingsan di dalam apart.

Intinya Anne takut Gama kenapa-kenapa cuma gengsi aja buat ngaku.

"Udah hapal kan password apart gue?"

"Kenapa coba tanggal lahir gue?"

"Biar lo gampang inget."

Anne tidak merespon lagi. Dia masih sibuk motongin daun bawang di tatakan. Sebenarnya Gama nggak perlu heboh Anne mengambil tindakan masak-memasak di tengah malam ini karena dia cuma masak mie. Itu juga karena Anne mau balikin moodnya. Dia bikin mie bukan buat Gama doang. Nggak sih. Biar Gama lebih lama aja di sini.

"Jangan marah lagi dong. Gue balik ke Jogja nih."

"Ya udah. Pergi aja sana."

"Ntar nangis."

"Stop ya ngeledekin gue." Dia memutar badannya dan menyodorkan pisau ke arah Gama. Walaupun Gama duduk jauh banget di sofa living room mini Anne tetap aja dia memundurkan tubuhnya, spontan takut juga.

Terus suasana jadi hening mendadak. Yang terdengar cuma suara buih air yang bentar lagi mendidih itu. Anne benci suasana seperti ini. Entah sejak kapan. Berdua-duaan dengan Gama rasanya sekarang pengen Anne hindarin aja. Karena jantungnya mau meledak.

"Gue boleh nginap aja nggak?"

Mata Anne nyaris keluar.

"Capek kalo harus nyetir balik ke apart."

"Apaan." Anne memunggungi Gama segera. "Gocar kan bisa."

Tidak ada seruan dari Gama lagi. Anne masih lanjut motong daun bawang dan masukin mie ke dalam air mendidih. Gimana bisa dia mengajukan permintaan buat nginap bareng disaat Anne nggak punya kamar lain selain kamarnya sendiri. Ada gila-gilanya emang.

Tapi Anne mana tega. Melihat wajah Gama yang benar-benar jelek malam ini alias capek banget karena bolak balik Jakarta-Jogja, Anne mungkin udah seharusnya mengiyakan permintaan Gama itu. Setidaknya buat ngantarin dia pulang.

"Ya udah gini aja," Perempuan itu kembali menengok Gama yang ternyata udah tertidur di sofanya, masih dengan posisi duduk. "Gam, jangan tidur di sini." seru Anne memanggilnya.

***

Anne menaruh mangkok berisi mie instan di meja kitchennya. Uap panas dari kuah mie itu menabrak muka Anne. Mangkok besar dengan porsi double itu yang harusnya dihabiskan dua orang. Tapi rupanya Gama udah lebih dulu tidur, meninggalkan Anne sendirian.

Nggak tega juga rasanya membangunkan Gama sekedar buat makan mie yang ia buat atau menyuruhnya pulang. Lantas Anne mengambil bantal dan selimut dari dalam kamarnya. Mungkin dia memang harus membiarkan Gama menginap malam ini. Tidur di sofanya.

Pelan-pelan Anne menaruh kepala Gama di bantal yang sudah dia taruh di sofa. Dapat ia lihat alis mata Gama yang tebal. Bulu mata yang lentik. Juga rahang tajamnya. Gama tampak tidak nyata. Potongan wajahnya seperti pahatan. Anne baru menyadarinya sekarang. Dan ia tertarik.

Dengan jantung yang rasanya mau meledak itu, Anne mengangkat tangannya, mendekat ke wajah Gama. Susah payah ia menahan gemetar tangannya untuk menyentuh pipi sang tuan. Sampai akhirnya ia berhasil mendaratkan telapak tangannya di sana.

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang