[10] Yaya

531 85 7
                                    

Song: Bertaut-Nadin Amizah

***

"Kok lu tau-tauan aja sih tanggal datang bulan gue?" Anne bertanya, masih sama ketusnya saat kakinya dan kaki sang adik masuk ke lift.

Ayes yang mengekori Anne sejak tadi, akhirnya sampai di kotak sempit itu. "Gue punya kakak perempuan dua. Lo bayangin aja jadi gue."

"Enak kan?"

"Tadi siapa? Kok ngajak berangkat bareng besok?" Ayes mengalihkan pembicaraan, mulai berevolusi jadi detektif. "Pacar?"

"Itu Gama. Masa lo nggak kenal,"

"Gama mana?"

"Gamaliel temen gue SMA."

"Mana gue tahu. Temen cowo lu banyak."

Pemuda itu keluar lebih dulu dari lift, melarikan diri sebelum Anne menerkamnya. Dengan ia mention temen cowo Anne banyak, artinya Ayes sedang menerbangkan bendera peperangan. Anne memang dikenal punya banyak teman cowo dari dulu. Bahkan sulit membedakan mana yang hanya teman dan pacar karena ia tidak mau memperkenalkan pacarnya. Jadinya, Ayes sebagai detektif bayaran mami dan mbaknya yang selalu kepo.

"Haduh. Perut gue sakit."

Tanpa banyak basa-basi lagi, langkah sang tuan cepat menyelusuri koridor. Meninggalkan Anne.

"Lo mana pernah sakit."

"Gue sakit kalo hari pertama, Anjrit."

Sontak Ayes langsung membalikkan badannya, mendengar pengakuan Anne dengan suara gemetar itu. Saat dilihat, rupanya sang puan tengah bertumpu pada dinding apart sambil memegang perut. "Hari ini hari pertama? Lo telat, Kak?"

"Telat 3 hari gue." lirihnya.

"Kak,"

"Buang pikiran kotor lu itu."

"Gue nggak bakal bisa bantu lo kalo lo sampe AAAKH RAMBUT GUE KAK!"

Dengan perasaan kesalnya yang makin-makin aja bertambah setelah lihat muka Ayes sekarang terus omongan dia begitu lagi, apa nggak Anne tarik rambutnya.

***

Anjing lucu dengan bulu berwarna putih itu nyaris kehabisan napas dipelukan Anne. Mungkin sudah lebih dua minggu Anne tidak bermain dengan peliharaannya itu. Ayes di sudut ruangan hanya memperhatikan sang kakak tanpa banyak bunyi. Kalau diingat-ingat bagaimana wajah saudara perempuannya itu keluar dari mobil Gama, dengan wajahnya sekarang kayak yang nggak pernah marah aja. Padahal Ayes yakin, ada banyak korbannya hari ini, bukan cuma dia sendiri dan Bang Gama.

"Kenapa Mami nggak bilang kalo mau kesini?"

Wanita yang tiduran di sofa ruang tengah sambil menonton televisi menjawab tanpa mau menoleh. "Males nanti kamu banyak alasan atau nggak kesenangan karena ketemu Uti bukan ketemu Mami."

Anne melirik Ayes yang paham betul dengan lirikan sang kakak, sebab itu bahunya naik.

"Mami ada beliin dress buat kamu. Coba deh."

Anne selalu berpikir jadi anak tengah sangat menyebalkan, ia dimanfaatkan. Padahal nyatanya Anne tak pernah diperlakukan seburuk dugaan orang-orang yang mengira Anne benci rumah karena orang-orang di dalam rumahnya. Anne sebenarnya diistimewakan.

Yang namanya orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Begitu juga mami. Tanpa beliau sadari, beliau selalu melayangkan nasihat-nasihat yang beliau pikir adalah nasihat. Akui saja kalau tidak selamanya apa yang dikatakan orang tua benar. Akui saja kalau tidak selamanya orang tua boleh keras kepala atas tindak-tanduk keinginannya, tanpa peduli dengan semua yang dilakukan sang anak, tanpa mengerti lebih dulu mau tidaknya sang anak. Orang tua selalu punya sisi egois itu.

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang