[12] peluk

653 91 6
                                    

Song: Breathe-Lauv

***

Dari balik pintu yang terbuka tak sempurna itu, Gama masih bisa mengintip pergerakan Anne. Sebab perempuan itu memang sejak tadi bolak-balik, super sibuk dari yang lain. Pertama membawa cangkir yang Gama yakini adalah kopi yang dibuatnya di mini kitchen ruang divisinya. Lalu lewat lagi dengan beberapa kertas dipelukannya. Sekali lagi lewat sambil mengikat rambut panjangnya itu.

"Kayaknya sih tidur di kosan Prisia semalam. Karena tadi pagi dia bareng Prisia." ungkap Gama kepada Ayes, di sebrang telepon. Mukanya rada sedih gitu. "Padahal semalam dia bilang cuma ngambil barang doang. Terus ntar diantar sama Prisia pulangnya. Makanya nggak sama gue."

Ayes di sana, masih di apart kakaknya tengah bersiap-siap untuk pulang ke rumah bertampang sangat panik. Bagaimana tidak, Anne tidak bisa dihubungi semalaman. Dan akhirnya dikasih tahu Prisia kalau kakak perempuannya itu nginap di sana.

"Berantem sama nyokap, Bang."

Tuh kan bener. Gama udah ngira masalahnya pasti serumit ini.

"Kakak gue baik-baik aja, kan, Bang? Sorry jadi nelepon lo. Gue tadi minta nomor ke Kak Pris."

"Prisia barusan juga nelpon gue. Minta tolong liatin Kakak lo. Ni sekarang lagi gue liatin." ungkap Gama, berdiri tidak jauh dari ruang divisi Anne. "Kakak lo udah baik-baik aja kok. Udah sibuk kerja lagi. Lo pasti tau Kakak lo gimana. Nggak papa anaknya." terang Gama.

"Sorry ya, Bang. Jadi ngerepotin."

Suara parau Ayes bikin Gama semakin haru. Membawa pikirannya untuk lebih benar-benar memperhatikan Anne karena ini anak kelihatan sayang banget sama kakaknya. "Kalo gue nggak sekantor sama Kakak lo juga bakalan gue liatin. Gue kenal Anne bukan sehari dua hari. Santai aja, Yes. Ntar kalo ada apa-apa gue kabarin."

Melegakan juga akhirnya mendengar Gama bicara demikian. Sebab memang ini kali pertama kak Yaya ngambek sama mami. Ayes tak pernah melihat Anne protes ke mami.

Yang paling sering marah-marah di rumah itu papi dan mbak Lulu, kemudian Ayes dan mbak Lulu, Ayes dan kak Yaya, Ayes dan mami. Kak Yaya tidak pernah marah dengan papi, mami atau mbak Lulu. Jadi Ayes yakin kalau kakaknya sungguh-sungguh marah kali ini.

"Kakak lo datang,"

Anne keluar dari ruangannya langsung melemparkan senyum saat mendapati keberadaan Gama. "Hai."

"Yaudah, Bang. Titip Kakak gue ya."

"Iya."

"Lagi telponan?" Langkah Anne sontak berhenti, kemudian memperkecil suaranya. "Eh sorry."

"Udah kok." Gama memasukkan hapenya ke saku celana. Kemudian mengambil langkah, menyusul Anne di tempat ia berhenti. "Lewat 15 menit. Ngapain sih? Really enjoy this work ya?"

Perempuan itu ketawa. "Hahaha. Kalo gue bawa mobil sendiri terus nggak nebeng sama lo kayaknya gue ngambil lembur sih."

"Mau diantar ke kosan Prisia?"

Dalam derap langkahnya, disisi Gama, gadis itu mengangguk. Benar-benar tidak peduli akan kecurigaan Gama atas apa yang terjadi pada dirinya. Gama juga tak mau banyak tanya, asal Anne tampil baik hari ini, sudah cukup baginya.

"Is she okay?"

"Prisia?"

"Iya."

Langkah Anne masuk ke dalam lift, menyusul Gama dibelakangnya. "Orang tua sakit pasti nggak baik-baik ajalah, Gama. Anaknya panik gitu. Lo nggak liat semalam muka Prisia gimana,"

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang