Song: Crush-Lay Your Head on Me
***
"Gama mana?"
Khaesan langsung mencari keberadaan laki-laki itu setibanya ia di kamar tempat keduanya menginap. Manik matanya menyelusuri ke semua sudut yang sebenarnya nggak besar-besar banget dengan langkah membuntuti Anne di depannya. Gadis itu menyelesaikan langkahnya tepat di tengah-tengah ruangan. Menatap Khaesan.
"Di kafe bawah."
"Wah. Dia nggak takut ninggalin lo berduaan sama gue?"
"Lo mau ngerokok?"
Perempuan itu nggak menyahuti kalimat Khaesan. Air mukanya sejak menemukan Khaesan di acara Mbak Chara tadi udah suram. Apalagi sekarang. Khaesan lagi mencoba untuk pura-pura nggak tahu aja sekarang.
"Bagus nggak viewnya?" Pemuda itu cepat mengambil langkah ke balkon. Sambil mengeluarkan rokoknya dari kantong celana. Dia tahu Anne lagi nyari tempat dan situasi yang nyaman buat dirinya bercerita. Emang itu kan tujuannya. Makanya Khaesan berakhir di sini. "Balik Jakarta jam berapa, Ann?" tanyanya.
Sekarang perempuan itu udah berdiri persis di samping Khaesan. Angin malam cukup dingin tapi ternyata lebih dingin lagi sikap Anne. Dia nggak banyak omong dari tadi. Antara masih heboh sama acara Mbak Chara atau karena Khaesan yang datang tiba-tiba. Tapi mau nyangkal gimana juga Khaesan tahu pasti karena dirinya.
"Berat badan lo naik kayaknya,"
"Hahahaha. Masa sih?" Laki-laki itu ketawa. Rokok yang ia selipkan di antara jari jemarinya tak jadi ia sulutkan ke pemantik. Sekarang ia sibuk menyentuh pipinya. Nggak tahu sebenarnya Anne cuma sarkas doang atau serius. Karena Khaesan merasa cukup senang disebut begitu. Berarti usahanya buat tampil baik untuk hari ini berhasil. "Gue makan hampir 5 kali sehari sih emang. Dimasakin nyokap soalnya."
Padahal walaupun makan 5 kali sehari, Khaesan juga nangis 5 kali sehari. Hari-hari paling buruk adalah seminggu pasca dia putus. Dia emang tidak berbagi semua itu kepada orang lain. Tapi kayaknya semua orang ngerti. Itu juga yang bikin orang-orang di acara Mbak Chara bungkam. Nggak banyak tanya padanya.
Selama melewati hari-hari paling buruk itu, Khaesan cuma berdua sama bundanya. Nangis sampai terisak-isak. Nggak ada suara yang ia dengar selesain rasa bersalahnya sendiri. Bahkan tidak juga isak tangis bundanya yang ikut haru waktu itu. Mungkin kalau nggak ada bundanya, Khaesan nggak bisa sampai di posisi ini—di hari ini.
Keputusannya untuk pulang ke rumah setelah kejadian yang menimpanya itu adalah keputusan terbaik. Kalau aja ia tetap di Jakarta dan memaksa diri untuk kerja buat lupain semuanya seperti hari-hari dulu, pasti nggak akan berhasil. Ia mungkin bakal mati di apartnya di jam tiga pagi. Karena sakitnya, demi Tuhan... sakit banget.
"Sorry. Tiba-tiba kabur."
Mata Anne langsung tertutup. Tarikan napasnya panjang. Entah kenapa dadanya sesak banget sampai rasanya kehabisan oksigen. Bayangin dirinya nggak berguna di sini lebih bikin dia marah daripada Khaesan yang tiba-tiba kabur. "Gimana sekarang? Feel better?"
"Di hari kedelapan pasca gue putus, dia bikin story sama cowok barunya dan itu bikin gue mikir lagi kenapa gue harus nangisin dia. Selama ini gue nggak mau nyakitin dia tapi gue malah nyakitin diri gue sendiri." Kalimatnya itu beriringan dengan kekehannya. Bikin Anne mengalihkan pandangan kesana. Memperhatikan raut wajah Khaesan yang bisa dibilang—mungkin sedihnya udah nggak ada tapi kecewanya jelas kelihatan. "Secapek apapun gue sama kelakuannya gue nggak bakal mutusin dia. Gue udah janji ke dia dari hari pertama kita sama-sama. Gue nggak bakal ninggalin dia. Karena gue tahu rasanya ditinggalin itu gimana," panjangnya.
"Lo harus stop mikirin orang lain. Lo juga harus mikir diri lo sendiri."
"Iya." Dia terkekeh lagi. "Gue udah mencatatnya di kepala gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE AND GAMA (the 30th night of September)
Romance[COMPLETED] Ini cuma kisah manusia-manusia quarter life crisis yang katanya nggak mau mikirin soal asmara tapi kenyataannya hanya seorang fakir cinta yang pengen juga punya pacar kayak orang-orang. Anne dan Gama sempat berpisah selama dua tahun kare...