Song: Let's Fall in Love for the Night
***
Anne mulai frustasi dengan lagu-lagu yang memekak di telinganya sejak beberapa jam yang lalu. Sekarang sudah pukul 17:45 WIB. Melihat terik matahari dari jendela kantor yang mulai menguning, Anne memutuskan untuk melepas headsetnya dan bersandar di badan kursi. Pegal karena seharian ini berkutat di depan laptop. Mengejar deadline.
"Mau jadi penghuni kantor kah?"
Langsung bergerak kepalanya dari langit-langit kantor, menemukan Gama yang sudah berdiri di ambang pintu ruang divisinya. Tampil casual dengan pakaiannya yang selalu kalau nggak kaos warna putih, ya warna hitam. Dari jeans blue, dark blue, hitam, cream sampai celana jeans ukuran selutut yang lebih sering dia pakai. Dan sepatu vansnya. Nggak ada yang terlalu identik.
"Suruh pulang, Gam." Khaesan bersuara dari balik meja kantornya. Tanpa perlu melepas pandangan dari layar laptop, sudah yakin siapa yang bertamu. "Gue udah rada muak ni lihat mukanya." lanjutnya lain.
Anne nggak tahu sejak kapan Gama jadi akrab sama orang-orang di ruang divisinya, terlebih lagi Khaesan. Mungkin karena Gama sering datang kesini, terus juga si Khaesan yang friendly, jadinya ya gitu. Pernah Anne lihat mereka udah ngerokok bareng aja di depan gedung kantor.
"Katanya mau ke bengkel."
"Udah sore banget. Besok aja deh."
Tidak ada tanggapan dari Gama. Cuma sorot mata sang tuan yang memperhatikan wajah lusuh Anne yang masih aja cantik. "Mau makan nggak?"
"Makan nggak, San?" tanya Anne.
"Nggak. Males keluar gue. Banyak gawean."
"Makan disini aja." sambar Anne. "Mau makan apa?" tanyanya ini diajukan untuk Gama.
Mendengar itu, Khaesan langsung memundurkan kursinya, menangkap keberadaan Anne. "Eh lu balik nggak gue bilang. Mau ngapain lagi?"
"Nanggung gawean gue."
"Bisa lu seret aja nggak, Gam?"
Gama cuma bisa ketawa aja lihat tingkah mereka berdua.
***
Penghujung September akan segera datang. Masih ada dalam ingatan Gama bagaimana awal Septembernya begitu lucu. Bertemu Anne. Satu kantor dengannya. Dan satu projek.
Tidak pernah terpikirkan oleh Gama saat ia menerima tawaran Mas Yudis untuk menggantikannya akan jadi semenyenangkan ini. Karena keberadaan Anne. Dan sekarang, hari-hari Gama hanya diisi bising suara musik di ruang audio atau bising suara Anne.
"Mau makan apa?"
"Ben's aja gimana?"
"Ann," keluh Gama datang, cepat.
"Kenapa sih?" Langsung dialihkannya pandangannya ke sisi kanan dimana Gama berada. Dan jatuh tawa yang tadinya ia tahan melihat Gama sudah berdiri ogah-ogahan. "Kemarin aja nyuruh-nyuruh gue mulu datang kesana. Sekarang males-malesan gitu."
"Lusa kemarin kesana, tiga hari yang lalu juga."
"Tuh kan. Masuk hari ini baru tiga kali."
"Makin kaya ntar Ben kita makan disana terus, tapi emang enak sih." sambungnya.
"Makanya. Hayuk ah."
***
Dan ujung wisata kuliner ini berakhir di kafe Ben. Benar kata Gama, skill masak Ben harusnya bisa bersaing di Master Chef Indonesia. Menu andalan steak dan cheeseburger milik kedainya itu juara. Luar biasanya, iya, resepnya buatan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE AND GAMA (the 30th night of September)
Romance[COMPLETED] Ini cuma kisah manusia-manusia quarter life crisis yang katanya nggak mau mikirin soal asmara tapi kenyataannya hanya seorang fakir cinta yang pengen juga punya pacar kayak orang-orang. Anne dan Gama sempat berpisah selama dua tahun kare...