PROLOG

23.9K 931 0
                                    

Hai! Assalamualaikum saudara online ku🖤

Sesuai permintaan kalian, ini adalah cerita lanjutan dari kisah Lauhul Mahfudz. Kisah tentang Rafabian Edzar Alfarabi, bayi mungil pasangan sebelah.

InsyaAllah kalian suka sama jalan ceritanya.

Jangan lupa vote sama komen ya!

Bismillah, selamat membaca<3

1. PROLOG

Bandung, Jawa Barat

"Jangan! Jangan sentuh saya!"

Teriakan ketakutan oleh salah satu pasien didalam rumah sakit besar menggema didalam ruang IGD malam itu. Sudah sedari tadi beberapa perawat dan dokter mencoba membujuk dan menenangkannya tapi usaha itu tetap saja sia-sia.

"Jangan sakiti saya. Saya mohon, sa-saya takut. Tolong jangan sakiti saya." Suaranya semakin mengecil, menandakan bahwa fisiknya sedang tidak baik-baik saja.

"Kita tidak akan mencelakakan kamu, kita mau menyembuhkan kamu." Ucap salah satu perawat wanita sembari mencoba menyentuhnya.

Merasa tangannya disentuh, perempuan itu kembali meringkuk. "Ja-jangan sentuh saya. Saya mohon, sa-saya masih mau hidup,"

4 orang perawat dan 1 dokter wanita saling memandang. Kelimanya sudah putus asa, niat hati ingin membantu, mereka justru ditakuti oleh wanita itu.

Pendengaran wanita itu menangkap suara langkah kaki yang bisa dipastikan khas sepatu PDH. Suara itu berasal dari luar ruangan dan berjalan mendekat.

"Ada apa ini?" Tanya seorang dokter muda dengan jas putih kebesaran yang menutupi kaos lengan panjang hitamnya.

Perempuan tadi tidak bisa melihat apapun, hanya bisa mendengar percakapan diantara mereka.

"Korban kecelakaan yang sepertinya dia mengalami trauma dokter." Ucap dokter Clara.

"Biar saya."

Dokter muda itu mendekat kearah perempuan tadi, "perkenalkan, saya Rafabian. Salah satu dokter di rumah sakit ini." Ucapnya memperkenalkan diri.

Perempuan tadi hanya bergetar ketakutan begitu mendengar suara laki-laki itu.

"tolong kerja samanya, kita hanya ingin membantu kamu."

"Ta-tapi jangan sakiti saya. Saya tidak ingin mati, saya masih mau hidup. Tolong, jangan sakiti saya." Ucap perempuan itu beruntun.

Dokter muda bernama Rafabian itu tersenyum tipis, "saya janji, setelah ini kamu masih hidup. Tapi biarkan mereka bekerja, mereka hanya ingin menyembuhkan kamu."

Dalam ketakutannya, perempuan itu mengangguk kecil.

Rafabian yang semula duduk dibrankar perlahan berdiri, menganggukkan kepala kearah dokter Clara mempersilahkan ia untuk melakukan pekerjaannya.

"Terima kasih atas bantuan anda dokter," ujar Clara yang diangguki Rafabian.

Rafabian menjauh dari brankar, menyandarkan tubuhnya pada tembok ruangan seraya memperhatikan Clara dan pasien itu.

Pasti dia trauma

Baru saja Clara memegang tangannya, perempuan itu kembali menariknya. "Jangan sakiti saya, saya mohon." Ucapnya meminta belas kasih.

Clara, dokter dengan hijab pasmina hitam yang menutupi dada itu melirik kearah Rafabian. Melihat dokter itu mengangguk, ia memberanikan dirinya, "saya Clara, teman kamu. Saya bukan orang jahat," ucapnya hati-hati.

"Ka-kamu baikkan?" Tanya perempuan itu sedikit tenang.

"saya baik, saya tidak akan mencelakakan kamu."

Mengangguk percaya, "saya percaya."

Clara tersenyum, ia perlahan menidurkan pasien itu dengan hati-hati. Lalu mengajukan beberapa pertanyaan,

"apa kamu bisa lihat saya?"

Perempuan itu menggeleng, "sa-saya tidak bisa melihat apapun," ucapnya menahan tangis.

"Apa sebelumnya memang seperti ini?"

Kembali perempuan itu menggeleng, "tidak, saya bisa melihat,"

"Kamu ingat kejadian sebelum kamu disini?"

Perempuan itu bergeming, "Saya ingin di bunuh." Ucapnya setelah diam beberapa saat.

Rafabian yang semula bersandar pada tembok seketika menegakkan tubuhnya. Beberapa suster pun saling pandang karena terkejut.

"Siapa yang mau bunuh kamu?"

"Pacar saya, di-dia mau bunuh saya." Perlahan air matanya mengalir membasahi pipi. Tubuhnya yang semula normal kembali bergetar hebat.

Rafabian memilih keluar dari ruangan itu, menelpon seseorang dibalik sana. "Alen, kamu bisa kesini, dek?"

Di seberang, suara perempuan menjawab pertanyaan Rafabian. "Bisa, Bang. Alen segera kesana."

Panggilan terputus, Rafabian kembali masuk kedalam ruangan tadi.

"Kamu mau cerita?"

"Saya mau dibunuh, kepala saya dibenturin ke tembok. Saya-saya-"

"Sudah, kamu tenangin diri kamu dulu." Karena tak tega, Clara menghentikan ucapan perempuan itu.

"Saya izin menginfus kamu, ya." Anggukan ia terima.

...

"Gimana, dek?"

Seorang gadis berhijab besar menggeleng pelan, "dia buta Bang, kedua kakinya juga lumpuh."

Rafabian terhenyak begitu mendengar penuturan sang adik. "Kondisi psikisnya?"

"Dia gak baik-baik aja, dia trauma sama cowok, walaupun sebelumnya dia dekat, tapi dengan cepat perempuan itu akan benci."

Rafabian tidak lagi menyahuti penjelasan adiknya.

Tak lama, pintu IGD kembali terbuka, dokter Clara sengaja keluar ruangan untuk menanyakan sesuatu.

"Dokter Alenia, bagaimana kondisi psikis pasien tadi?"

Alenia Jia Putri. Diatas kursi roda yang didudukinya, ia mendongak, " tidak ada yang baik-baik saja, dokter. Dia butuh teman, jangan biarkan dia sendiri didalam ruangan, kondisinya saat ini sangat tidak stabil___"

"___Dan satu lagi, tolong jangan biarkan dokter laki-laki menangani dia,"

...

Gimana? Suka gak?
Semoga suka deh.

Jangan lupa vote+komen.

Jangan lupa juga Follow akun aku✌
Oh iya, aku gak bisa janji upnya kapan, tapi bintang dan followers nambah, gaskan!

Wassalamualaikum!

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang