EMPAT PULUH SATU

5.7K 473 12
                                    

Kalau aku minta tiap paragrafnya diramein sama komenan kalian, kalian mau, gak?

Happy Reading♡

41. 2R, Rindi dan Rafabian.

Mendengar teriakan Alenia, Rafabian dan Rindi kembali tergelak. Satu fakta yang sudah mereka yakini akhirnya terbukti. Bahwa Alenia juga memiliki perasaan kepada Abimanyu. Jika Abimanyu si dokter psikologi dan Alenia si ahli psikiater disatukan, kehidupan cinta mereka akan jauh lebih indah dari pasangan lain. Kenapa? Karena mereka bisa tahu apa isi pikiran masing-masing hanya dari bahasa fisik atau bahkan dari mata mereka. Silahkan bayangkan bagaimana canggungnya mereka saat sama-sama peka tapi dihalangi oleh gengsi.

"Kamu bilang, Abim punya perasaan, 'kan ke Alen?" tanya Rindi saat tawa mereka mereda.

Rafabian mengangguk lalu menjawab, "Iya. Dari SMA."

"Kamu suruh dia ke rumah, nanti Alen luluh sama laki-laki lain." Rindi kembali menyendokkan makanan ke mulut sang suami dan diterima laki-laki itu.

Rafabian tidak langsung menjawab karena menguyah makanannya terlebih dulu. "Alen orang yang setia, Rin. Dari SMP, Alen yang sudah suka sama Abim duluan."

Rindi terbelalak, "Benar, Bi?"

"He-em." 

Bubur ayam buatan Rindi sudah habis. Baru saja akan bangkit dari posisi duduknya, tangan perempuan itu dicekal.

"Temani aku tidur, ya?" pinta Rafabian dengan wajah memelas. Mana tega Rindi menolak permintaan bayi besarnya. Dengan senang hati Rindi meng'iyakan dan duduk di sisi kasur yang lain dengan Rafabian yang berbaring di sampingnya. Tangan perempuan itu tidak mungkin diam menganggur. Jemarinya terus menyisir lembut rambut tebal pasangannya.

"Kamu mau anak kembar, gak?"

Rindi sedikit terkejut. Ia kira Rafabian sudah pindah ke alam bawah sadar, tapi ternyata salah. "Hm... nggak. Aku maunya anak laki-laki."

"Kenapa?"

"Biar bisa kayak kamu. Mulai dari sikap, wajah, suara..."

"Jangan, aku mau anak kita perempuan, supaya bisa jadi kakak yang baik untuk adik-adiknya nanti."

Rindi tergelak, "Yang ini aja belum lahir, kamu malah pikirin adiknya."

"Dua bulan setelah kelahiran, kamu harus hamil lagi."

Jelas Rindi menolak, tangan yang semula bersikap lembut malah menampar kecil pipi Rafabian. "Enak aja! Kamu pikir hamil itu enak?"

Rafabian tertawa geli. Laki-laki itu mengerjabkan matanya, mengubah posisi menjadi setengah duduk dengan kepala yang bersandar di dada Rindi dan tangan yang melingkar di pinggang ramping perempuannya. 

"Peluk. Aku mau tidur."

......

Begitu pintu tertutup dengan keras. Alenia menutup wajahnya dengan kedua tangan, rasa malu tiba-tiba menyeruak. Jika saja waktu bisa diulang, ia memilih untuk tidak mengganggu kakak dan kakak iparnya tadi.

Alenia mengambil napas sebanyak mungkin, menjauhkan tangan dari wajahnya. Tapi sepertinya dunia masih ingin melihat wajah merah tomatnya. Bagaimana tidak, tepat di depannya saat ini ada sebuah kaca besar yang menampilkan bagaimana pipinya merona.

Bukannya menutup wajah, Alenia malah tertawa geli, memikirkan betapa besar perasaannya pada Abimanyu. Sungguh, memikirkan perawakan laki-laki Bandung itu membuatnya salah tingkah sendiri. 

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang