28. PERNIKAHAN
Begitu Rafabian tiba dirumah sakit, dengan masih berpakaian kemeja merah dan celana formal, ia segera menuju ke tempat dimana Rindi dirawat.
Tiba didepan pintu kamar inap tujuannya, "Assalamualaikum." Salam Rafabian yang dijawab oleh semua orang yang ada didalam ruangan. Hal pertama yang dokter muda itu lihat adalah wajah pucat Rindi yang juga menatap lurus tidak berekspresi.
"10 menit lagi penghulu sama saksi nikahnya tiba, Nak." Ujar Aditya yang berdiri menyambut cucunya.
Rafabian yang menatap Rindi langsung mengalihkan perhatiannya kepada sang pembicara, dengan segera ia mengecup punggung tangan pria lanjut usia itu. "Rafa bisa minta waktu untuk bicara sama Rindi, kek?"
Aditya menatap Pak Razak dan Alhara bergantian. Keduanya yang memang mendengar pertanyaan Rafabian hanya bisa menatap Rindi meminta persetujuan.
"Rafa mau bicara sama kamu, bisa?" Rindi mengangguk lemah. "Iya, Pak." Ujar Rindi lirih pada sang Ayah yang duduk tepat disampingnya.
Begitu mendengar jawaban Rindi, ketiganya segera keluar dari kamar inap dan menutup pintu untuk memberi kedua calon mempelai itu waktu berbicara dengan leluasa.
Rafabian melangkah mendekati Rindi. Menarik kursi kayu kecil yang berada dibawah brankar dan mendudukinya. "Kamu sudah tahukan?" anggukan kecil ia dapatkan.
"Saya mau memastikan pilihan kamu. Apa kamu yakin dengan pernikahan ini?"
...
Beberapa menit sebelum Rafabian tiba, Rindi terbangun dari tidurnya karena suara dari beberapa orang yang berhasil mengganggu ketenangan istirahatnya. "Pak?" Panggil Rindi yang segera dijawab oleh sang Ayah.
"Gimana perasaan kamu, sayang?"
Ada jawaban, tapi bukan dari Ayahnya, "Tante Alhara?"
Alhara yang duduk disofa bersama Ayah mertuanya berdiri dan melangkah mendekati Rindi. Pak Razak yang paham dengan situasi, segera menjauh dari puterinya dan duduk disofa lain berdekatan dengan Aditya.
Alhara mengelus lembut pucuk kepala calon menantunya dengan sayang, "kamu baik?" anggukan ia terima.
"Tante boleh bicara sama kamu, gak?" Kembali anggukan Alhara terima.
"Kamu yakin mau menerima Rafa?" Pertanyaan yang diajukan Alhara berhasil mengingatkan hinaan Syeira waktu itu.
"Apa saya pantas bersanding dengan dokter Rafa?" Bukannya menjawab, Rindi justru bertanya hal yang bertolak belakang dengan pertanyaan Alhara.
"Kalau kamu berfikir tidak pantas bersama Rafa karena fisik kamu, Rafa bisa sembuhin itu. Rafa akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan kamu." Balas Alhara dengan lembut.
"Kalau nanti saya tidak bisa jalan, apa Tante tetap menganggap saya sebagai bagian dari keluarga?"
"Pasti. Tante tidak perduli dengan apapun kondisi kamu, karena Tante yakin apapun pilihan Rafa, itulah yang terbaik bagi dirinya dan keluarga." Cukup lama Rindi terdiam dengan semua jawaban wanita setengah baya yang duduk didepannya. Hingga tangan hangat menyentuh jemarinya, Rindi menunduk lemah.
"Jujur, saya tidak memiliki perasaan apapun ke dokter Rafa, Tante." pengakuan Rindi yang hanya didengar oleh Alhara membuat sang empu terkejut.
"Tapi kenapa-"
"Saya minta maaf, Tante. Tapi itu saya lakukan demi Bapak." Jika saja mata Rindi tidak ditutupi perban, mungkin saat ini air matanya sudah luruh.
"Kamu percaya kalau Rafa bisa bikin trauma kamu sembuh?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Muda Rafabian (SELESAI)
RomanceMenyukai perempuan yang trauma dengan laki-laki adalah sebuah kesalahan bagi Rafabian. Tapi mau bagaimana? Ini bukan salahnya kan? Ini ia anggap sebagai tantangan. Dengan jalur langit dan dukungan semesta. "Mencintainya adalah anugrah terbesar. Da...