EMPAT PULUH TIGA

5.2K 756 22
                                    

PART SPESIAL!

Jangan lupa tandai typo dan ramein setiap paragraf dengan komen.








UNTUK YANG BACA TAPI TIDAK VOTE.


UNTUK SILENT READER atau HANTU PEMBACA !! 

Terima kasih sudah baca walaupun gak tinggalin jejak. 



Aku doa'in kalian dibalas Allah dengan cara terbaik. Sehat selalu kalian!





"Doa orang yang terdzolimi dipercaya mampu menembus lapisan langit lebih cepat dibandingkan doa yang lain."





Maap sedikit kasar >.<

HAPPY READING!


43. Mommy-Daddy.


"Kenapa kita berenti di sini, Om?" tanya Bian yang duduk di samping Rindi. Tidak mungkin memangku anak laki-laki itu di tengah keadaannya yang sedang hamil besar.  

Rindi menatap keluar jendela. Sebuah toko baju. Dan sudah jelas apa niat Rafabian berhenti di sini. "Ada yang mau Om beli, kamu tunggu di sini sama Tante Rindi dulu, ya?"

Bian dan Rindi mengangguk serempak dengan wajah polos mereka. Sangat lucu di mata si Dokter tampan. Sebelum keluar, tangannya terangkat, membelai lembut pipi istrinya lalu menepuk pelan puncak kepala Bian. 

"Tunggu di sini," Rafabian segera keluar dari mobil. Sedikit berlari menuju salah satu toko lalu hilang di balik pintu.

Di dalam mobil, Bian menatap wajah Rindi yang arah pandangannya ke luar jendela. "Tante?" panggilnya sedikit lirih, membuat Rindi segera menoleh. "Kenapa, Bi?" 

"Kita mau beli makan, 'kan?" Rindi mengangguk dengan senyum yang senantiasa ia tujukan untuk anak lugu itu.

"Tante punya banyak uang?"

Rindi terkekeh kecil, tangannya terulur merapihkan rambut lusuh Bian. "Memangnya kenapa? Kamu mau makan yang banyak?"

Bian menggeleng, "Teman-teman aku juga belum makan, Tante. Pasti mereka juga lapar, dari malam kita semua belum makan." Bian menunduk, memilin jemarinya sendiri.

Menangkup kedua pipi bocah itu, mendongakkannya. "Nanti kita beli untuk teman-teman kamu juga."

Seulas senyum terbit di bibir kecil Bian. Dengan instingnya ia memeluk Rindi, tidak terlalu erat karena perut buncit itu. "Terima kasih, Tante. Tante sama Om baik banget, deh!"

"Iya, Bi. Sama-sama."

Pintu mobil kemudi terbuka, Rafabian segera masuk dan menyimpan tiga buah paper bag ke bagian kursi belakang. "Ada apa ini? Kok pelukan?" tanyanya sembari menyalakan mesin.

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang