DUAPULUHLIMA

6K 494 12
                                    


Udah part 25 ajaaa🙌
Enjoy!!!!

25. Nasi goreng kasih sayang.

Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Pak Razak akan kembali membuka warung kecil miliknya setelah kurang lebih 3 bulan tertutup. Dan besok adalah saatnya.

Malam ini, Rindi dan sang ayah sedang sibuk-sibuknya didalam dapur untuk menyiapkan bahan untuk digunakan besok.

"Pak, biar Rindi yang potong sayurannya, Bapak yang siapkan bumbunya."

"Iya, nak."

Sembari duduk diatas kursi rodanya, Rindi meraba meja kecil khusus ukurannya untuk mengambil pisau dan sayuran yang akan dipotongnya. Sudah 3 tahun lamanya ia merasakan menjadi buta, dan untuk hal memotong dan memilih sayuran yang tepat adalah kelebihan Rindi.

Pukul 10 malam, kedua anak dan ayah itu baru selesai. Setelah membereskan dapur dan mengantarkan Rindi kedalam kamar, Pak Razak masuk kedalam kamarnya untuk mengistirahatkan diri.

Didalam kamar yang masih diterangi cahaya lampu, Rindi merenungi tentang semua jalannya.

"Pak dokter orang baik. Tapi rasanya masih sama."

"Wallahi, saya tidak akan menikahi kamu hanya karena terpaksa."

Ucapan Rafabian beberapa waktu lalu berhasil mengusik relung hati Rindi. Salahnya yang meminta Rafabian untuk menjadi pendamping hidup dan menghilangkan traumanya.

"Keluarganya baik, mau nerima aku yang cacat ini. Tapi..."

....

Pagi berikutnya, Alhara dan Alenia berniat untuk lebih mendekatkan diri dengan Rindi. Dengan berbekal informasi dari Ilham, keduanya sengaja datang paling awal untuk membantu calon menantu keluarga mereka.

"Kenapa Tante repot-repot?" Tanya Rindi tak enak hati begitu tau calon mertua dan adik iparnya ikut membantu sang ayah.

"Tidak, sayang. Kita juga tadi datangnya telat kok. Kita tau dari Ilham, katanya Bapak kamu mau buka toko lagi. Kebetulan Tante sama Alen gak ada kerjaan, sekalian kita bantu-bantu kamu."

"Tapi kan,"

"Udah, Rin. Kita juga gak capek-capek amat kok." Melihat Rindi yang masih menampilkan wajah sedikit sedih, Alenia memutar percakapan, "eh iya, kamu dari mana? Kok baru datang?"

"Dari rumah, bahannya masih ada yang tertinggal. Tante sama dokter duduk dulu aja, kasian capek."

"Rin, kita itu seumuran, bahkan sebentar lagi kita jadi saudari ipar, jangan panggil 'dokter' panggil 'Alen'."

"Tapi gak sopan, apalagi,"

Ucapan Rindi terpotong, "iya, Rin. Alen benar, kalian sebentar lagi jadi saudara ipar, gak baik masih panggil kayak gitu." Kata Alhara.

Rindi akhirnya mengangguk patuh, "iya, Tante. Oh iya, Tante sama Alenia mau makan apa?"

"Masakan kamu." Jawab Alhara dan Alenia kompak. Berhasil membuat Rindi terdiam cukup lama.

"Tapi, Tan. Aku kan."

"Kamu tenang aja, Rin. Biar kamu yang racik bumbunya, aku sama Bunda yang masak."

Akhirnya Rindi mengangguk kaku, "Yaudah."

"Alen, kamu disini aja, biar Bunda yang bantu calon menantu Bunda." Kata Alhara semangat lalu berdiri dari duduknya.

"Rin, boleh gak, kalau skalian aku panggil dokter lain kesini untuk ganti perban mata kamu."

Rindi sedikit terkejut perihal ini, pasalnya tidak ada orang yang tahu tentang hal tidak penting itu. "Loh? Kenapa, Alen?" Tanya Rindi sedikit mengeja nama Alenia.

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang