Tandai typo, enjoy my writing, and hppy reading!
...
"Bi?" panggil Rindi pelan.
"Semuanya sudah lengkap, kita pulang," ujar Rafabian tanpa memperdulikan apapun di sekitar. Hatinya sudah panas melihat istrinya berduaan. Bahkan hampir dua puluh menit perempuan itu memakan ice cream-nya sama sekali tidak terpikir akan kodratnya sebagai seorang istri.
Bian menarik tangan Rindi dan berjalan lebih dulu dibanding Rafabian.
"Terima kasih atas bantuan Anda. Saya menghargai, tapi cara Anda masih belum tepat. Tidak sepantasnya Anda duduk berdua dalam jangka waktu yang cukup lama bersama dengan istri orang lain. Saya permisi."
Laki-laki itu tidak membela diri. Dirinya sadar bahwa ia juga bersalah, dan pasti kejadian tadi bisa berakibat buruk pada rumah tangga pelanggannya itu.
....
"Bi, tadi itu--"
"Haram berduaan dengan seseorang yang bukan mahram. Apalagi seorang perempuan yang sudah menikah," potong Rafabian tanpa menoleh sedikitpun.
Rindi diam. Ia menatap nanar pada suaminya lalu memilih membuang pandang menatap jalanan dari balik kaca di sampingnya.
"Aku cuma mau makan ice cream ...," cicit Rindi setelah lama diam.
Terdengar helaan napas dari Rafabian. "Bukan berarti kamu tidak perlu meminta izin dari sua- mahram kamu," Rindi tertegun kala sang suami meralat ucapannya yang bahkan tidak salah sama sekali. "Apalagi untuk pergi duduk berdua dengan laki-laki asing. Bercandaan kamu terlalu kelewatan, Rin."
"Aku minta maaf kalau aku ada salah sama kamu, tapi tadi aku lagi ngidam. Kamu sendiri, kan, yang bilang kalau ngidam itu tidak baik dibiarkan."
Rafabian mengangguk lalu menggertakkan giginya. "Oke, aku yang salah. Bukan kamu."
Pada dasarnya Rafabian adalah laki-laki yang tidak suka berdebat sesuatu yang jika pelakunya saja tidak paham letak kesalahannya.
Hingga tiba di rumah, Rafabian terlebih dahulu turun dari mobil dan berlalu masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Rindi yang menatapnya sayu dan Bian yang tidur di kursi belakang.
Rafabian baru saja tiba di dalam kamar. Laki-laki itu segera masuk ke dalam kamar mandi dan berendam di bathtub untuk meredam emosinya. Mungkin bagi orang lain permasalahan ini hanya sepele, tapi tidak baginya. Permasalahan pagi tadi sudah cukup membuatnya kecewa dan merasa bodoh karena ternyata selama ini apa yang ia lakukan untuk Rindi sama sekali tidak sesuai dengan tujuannya. Dan sekarang, ia melihat Rindi dengan mudahnya menerima bantuan dari seseorang dan memilih duduk bersama dalam satu meja. Hati suami mana yang rela melihat pemandangan seperti itu?
Karena sejak semalam ia tidak pernah beristirahat, Rafabian ketiduran di dalam bathtub hampir dua jam lamanya. Itupun dia terbangun karena suara dering telepon yang memekikkan telinga. Benda pipih yang memang sedari tadi diletakkan di samping bathtub segera di ambilnya.
"Dengan Dokter Rafabian, ada yang bisa saya bantu?"
"Maaf menganggu waktu istirahat Anda, Dokter. Ada dua operasi dadakan dalam waktu yang bersamaan, dan kami kekurangan tenaga medis di sini. Pihak rumah sakit akan sangat berterima kasih jika Anda bersedia bertanggung jawab dalam salah satu operasi di sini."
"Sepuluh menit lagi saya sampai. Tolong kirimkan data-datanya."
Panggilan terputus, Rafabian segera keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang basah dan kembali masuk untuk berganti pakaian. Hanya tiga menit, ia selesai dan sudah rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Muda Rafabian (SELESAI)
RomanceMenyukai perempuan yang trauma dengan laki-laki adalah sebuah kesalahan bagi Rafabian. Tapi mau bagaimana? Ini bukan salahnya kan? Ini ia anggap sebagai tantangan. Dengan jalur langit dan dukungan semesta. "Mencintainya adalah anugrah terbesar. Da...