EMPAT PULUH ENAM

5K 504 31
                                    

Tulisnya dadakan.

Jadi. TANDAI TYPO!

HAPPY READING ^.^

46. Peran penting orangtua.

Mobil hitam Rafabian terparkir di garasi rumah. Keduanya turun bersamaan dan melangkah masuk ke dalam rumah dengan Rindi yang memeluk perutnya sendiri dan Rafabian yang melingkarkan lengannya di pinggang Rindi. 

Baru saja pintu utama terbuka. Teriakan anak kecil dari dalam mengagetkan mereka. "Mommy! Daddy!" Bersamaan dengan berlarinya sang pemilik suara dari ruang tengah dengan tangan yang di rentangkan.

Rafabian berjongkok, bersiap meraih bocah itu. Dan,

Hap!

Bian berhasil masuk ke dalam pelukan sang ayah. "Gimana dedek bayinya?"

"Adek bayi alhamdulillah baik-baik, kok," jawab Rindi.

Rafabian menatap Rindi, mengangguk dengan tujuan mengajak perempuannya untuk melanjutkan langkah. Tangan laki-laki itu kembali melingkar di pinggang Rindi. Membawanya ke dalam pelukan.

"Adeknya perempuan atau laki-laki?" tanya Bian menatap Rafabian dan Rindi bergantian. Wajah bocah itu sangat lucu.

"Perempuan."

"Yes!" Tangan Bian mengepal dan meninju udara. "Pasti cantik kayak Mommy," pujinya dengan tulus.

Rindi tersipu, "Pasti dong!" Tapi bukan berarti ia tidak meng'iyakan ucapan puteranya.

Ketiganya sampai di ruang tengah. Rindi duduk di salah satu sofa dan Rafabian duduk di samping Rindi, Bian tetap di dalam gendongannya. "Kenapa tidak tidur siang?" Mengingat jam masih menunjukkan pukul 1 siang, ada rasa bingung yang menyeruak di otak Rafabian.

"Aku gau mau tidur kalau Daddy gak peluk."

Sejak tinggal bersama kedua orangtua angkatnya, Bian menjadi sangat manja. Dia sadar dia tidak pernah merasakan kasih sayang orangtua selama ini. Dan ketika kesempatan itu datang, dia harus memanfaatannya sebisa mungkin. Bian tidak ingin kehilangan siapapun lagi saat ini, terutama daddy dan mommynya.

"Sudah makan?" Rindi bertanya.

Bian mengangguk dengan mengacungkan dua jempol. "Sudah!"

"Bi, kamu naik duluan sama Bian. Nanti aku nyusul." Rafabian mengangguki Rindi dan segera menjalankan perintah. 

Sepenghilangnya Rafabian dari balik pintu kamar di lantai dua, Rindi masuk ke dalam dapur untuk membuat susu coklat kesukaan 'dua Bian' kesayangannya. Susu coklat itu di masukkan ke dalam satu botol besar. Jika harus membawa dua gelas sekaligus menaiki tangga, sepertinya ibu hamil itu akan kesusahan.

Begitu masuk ke dalam kamar, Rafabian yang tadinya tidur membelakangi pintu perlahan berbalik dan tersenyum padanya. Rindi mendekat, mengecup singkat kening kekasihnya. "Aku bikin susu coklat untuk kamu."

Rindi meletakkan botol minum di atas nakas dan kegiatannya tidak lepas dari pandangan Rafabian. 

"Perut kamu besar banget. Baru sadar aku." Tangan Rafabian mengelus lembut perut Rindi. Membentuk memutar.

"Kayaknya anaknya kembar, deh."

Rafabian terkekeh, mengecup pipi Rindi sekilas. "Aamiin-in aja."

"Aku serius, Bian."

"Aku juga serius, Rindi." Rindi memincingkan matanya.

"Aku mandi dulu." Tanpa aba-aba, laki-laki tampan itu mengangkat tubuh Rindi dan mendudukkannya di atas kasur. Mengecup kening sembari membelai lembut pipi kanan pasangannya. 

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang