LIMA PULUH DUA

4.8K 413 33
                                    

CAPEK NUNGGU, YA? MAAPQEUN><



Happy reading!

....

Setelah mandi, Rindi segera keluar dari kamar mandi. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Bian yang ketiduran di ujung kasur karena menunggunya. Ada sedikit rasa bersalah karena sudah membiarkan putranya tertidur dengan posisi yang dipastikan tidak nyaman.

Rindi melangkah mendekat, membelai pipi Bian yang sedikit lebih berisi dari pertama mereka bertemu. "Sayangnya, Mommy. Bangun, Nak," ucap Rindi seperti benar-benar berbicara pada anak kandungnya.

"Bian, kamu sudah makan?" Pertanyaan perempuan berambut panjang kuncir satu itu tidak menerima jawaban apapun. "Kalau belum, bangun dulu, yuk! Kita makan sama-sama," ujarnya lagi dengan sangat lembut.

Bian mengerjabkan matanya berkali-kali saat tepukan ringan menyentuh pipinya. Bocak kecil itu mengubah posisi menjadi duduk, lalu bertanya, "Mommy sudah mandi?" Anggukan didapatkan sebagai jawaban.

"Kamu sudah makan?" Kini Rindi mengajukan pertanyaan, lagi.

"Belum, Mommy."

Rindi terkekeh kecil sambil menggelengkan kepala. "Kita makan bareng-bareng, ya?"


...


"Mereka tukaran HP," ujar Refan tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang abang. 

"Masalah bang Rafa sama Rindi apa sih? Gak mungkin kalau bang Rafa selingkuh, orang dianya aja gak suka sama yang kayak gitu-gituan!" decaknya bingung.

Alenia mengangguki pernyataan Refan. "Kan? Aku juga mikirnya gitu! Aku foto mereka dulu, nanti aku tanya langsung sama orangnya."

Alenia mengambil benda pipih berlogo anggur dari tas selempang kecil berwarna coksu kepunyaannya. Memotret hingga beberapa kali. Baru saja mereka akan berbalik, dua orang yang mereka sangat kenal menjadikan tubuh mereka menegang seketika. 

"Kalian mau makan di sini?"

Alenia dan Refan kompak menggeleng, sedetik kemudian mengangguk. Respon keduanya membuat Rindi berkerut, "Ha?"

"Kita mau makan di sini," kata Refan cepat. Dan Alenia mengangguki itu.

"Tapi gak jadi karena udah penuh."

Rindi mengintip melihat masuk ke dalam restoran. "Gak kok. Itu mejanya masih banyak banget."

Refan dan Alenia melotot saat mendengar ucapan Rindi. Keduanya saling melempar pandang sekilas. "Rin, kita cari restoran lain, yuk? Di sini udah penuh."

"Di sini aja, Al."

"Di sini saja, Tante. Ayok, Mommy!" Bian menggenggam erat jemari sang ibu dan berjalan masuk melewati Refan dan Alenia yang terlihat panik. 

"Bang! Kita ikut mereka aja."

"Iya! Kita harus ikut mereka!"

Keempatnya duduk di salah satu meja yang bisa dipastikan adalah meja khusus kelas atas. Refan yang memilih. Laki-laki kaya itu sengaja memilih letak yang tertutup agar kakak iparnya tidak bisa melihat interaksi suaminya bersama perempuan cantik dan modis tadi. Dan tentu saja Rindi tidak menerima dengan baik, karena ruangan khusus itu pasti mahal. Tapi namanya Refan, dia pasti sangat keras kepala. Apapun yang ia lakukan harus disetujui. 

"Ternyata kacanya tembus," kata Rindi.

Alenia dan Refan yang baru saja akan masuk menepuk jidat serempak. "Kamu salah, Bang." 

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang