TIGAPULUHSATU

6.1K 561 29
                                    

Setelah melakukan beberapa pertimbangan, manusia bumi satu ini memutuskan untuk update paling lambat 2 hari sekali. Itu artinya, mungkin besok² kalian di manjakan sama Rafabian setiap hari!

31. WAJAH TAMPAN RAFABIAN.

.....

Waktu terus berjalan. Setelah dirawat selama 2 minggu dirumah sakit. Rindi sudah diperbolehkan pulang oleh suaminya sendiri, Rafabian. Selama dua minggu terakhir pula, kedekatan Rindi dan Rafabian tetap saja sama. Tapi sejauh ini, Rindi sudah mengetahui banyak hal dari Rafabian. 

Pagi tadi, Rafabian sudah memberi kabar baik tentang kondisi kesehatan Rindi yang semakin membaik, tidak hanya itu, jadwal buka perban Rindi pun dimajukan dan dijadwalkan siang nanti. Betapa bahagianya Rindi dan Pak Razak mendengar kabar baik itu.

"Rin, kita makan dulu." Dengan dua buah paper bag yang berisikan 2 kotak nasi dan 2 botol air mineral, Rafabian mendekat kearah brankar. 

"Pak dokter beli?" Tanya Rindi yang duduk diatas brankar.

"Tidak. Ini titipan dari Bunda." Rafabian mengelurkan kotak nasi dan botol mineralnya. Laki-laki itu memberikan Rindi satu botol air, "minum dulu."

Selama dirumah sakit, Rindi tidak pernah sekalipun makan sendiri, ia akan disuapi oleh Rafabian. Seperti sekarang, laki-laki disamping Rindi itu seolah terbiasa dengan aktifitasnya yang bergantian menyendokkan nasi untuknya dan untuk sang istri.

Disuapan ketiga, Rindi meraba udara didepannya hingga tangan mulus dan kurusnya berhasil menyentuh rambut lebat milik Rafabian. "Kenapa?" Tanya Rafabian yang dibalas gelengan.

Sembari terus mengunyah, Rindi menurunkan telapak tangannya hingga kewajah Rafabian. Ia tersenyum, "sebelum aku bisa lihat, aku mau ilutrasiin sendiri wajah Pak dokter bagaimana."

Rafabian berhenti mengunyah, ia membiarkan wajahnya diotak-atik oleh sang istri. "Hidung Pak dokter mancung banget, ya?" Jari Rindi meraba mata Rafabian, "ih, alisnya tebal banget. Ini... bibir Pak dokter?"

Rafabian mengangguk, "Iya, kenapa?"

Rindi terkekeh kecil, "halus banget, pasti warnanya pink ya?" 

"Nggak juga." Karena gemas, Rindi iseng mencubit kecil bibir bagian bawah milik pasangannya, "Issh!"

"Haha!" Ringisan Rafabian berhasil menciptakan suara tawa dari Rindi yang belum pernah terdengar. Bukannya marah, Rafabian justru menikmati, ia berhr

Cukup lama Rindi mengamati wajah Rafabian. Hingga ia tersadar sesuatu, "Pak dokter kenapa diam?"

"Kamu cantik, Rin."

Rindi tidak merespon, "kenapa gitu?"

"Gak tahu. Kamu kayak lebih cantik aja. Kayak beda," Balas Rafabian sembari menggendikkan bahunya.

Rindi tersenyum, "Bian."

Rafabian yang awalnya bertopang dagu tiba-tiba saja menegakkan badan, "apa?"

"Bian."

"Siapa?" Bukannya tidak dengar. Rafabian hanya ingin memastikan telinganya baik-baik saja.

"Kamu, Rafabian, dokter baik yang mau bertahan sama sikap aku dari kemarin." Setelah dua minggu berlalu, sifat baik Rafabian terus saja dirasakan Rindi. Ada satu waktu yang benar-benar membuat Rindi merasa nyaman ada didekat laki-laki itu. Dimana beberapa kali Rindi mendapati Rafabian mengecup keningnya cukup lama setelah kembali kedalam ruang rawat inap saat selesai melaksanakan tugasnya sebagai dokter. Perasaannya terhadap Rafabian mulai terasa, dan hari ini, ia memutuskan untuk bersikap lebih terbuka.

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang