EMPATBELAS

5.5K 499 27
                                    

Haiii. Kemarin 3 orang pembaca setia aku gak mau kalau cerita Rafabian ini di jadiin E-Book, dan alasannya "takut gak kebeli". Aku juga gak masalahin itu, aku gak mau terlalu egois sebagai penulis baru. Makasih udah mau repot-repot baca cerita kecil ini.🤍

14. Hai Bandung.

Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara, Bandung. Seorang laki-laki dengan setelan casual baru saja keluar dari pintu bandara dengan koper hitam yang ada disisi kirinya. Laki-laki dengan rambut belah dua itu mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang sudah berjanji untuk menjemputnya sekarang.

Karena tak ingin menunggu lebih lama, ia memilih untuk menghubungi seseorang yang sudah berjanji untuk menjemputnya hari ini. "Lo dimana?"

Dari seberang sana, laki-laki dengan setelan kemeja putih bersih dan celana hitamnya refleks memutar bola matanya malas. "Gue ada didepan, buruan sini."

Panggilan terputus sepihak. Rafabian segera menarik kopernya hingga menuju bagian depan bandara. Begitu manik matanya menangkap sebuah mobil hitam dengan nomor plat yang sangat ia hapal, laki-laki berambut belah dua itu segara mendekat dan menaikinya setelah koper bawaannya tersimpan rapih dibagian belakang mobil.

"Apa kabar?" Tanya Rafabian tanpa memandang wajah tampan disampingnya.

Abimanyu, sahabat Rafabian sejak tiga tahun terakhir yang berakhir LDR. Laki-laki bermata coklat terang itu menoleh sekilas, "gue baik, lo?"

....

"Jadi gimana?" Tanya Abimanyu.

Rafabian yang dalam posisi berbaring diatas sofa ruang tamu rumah sahabatnya menoleh, "malam ini, kalau lo bisa. Kalau gak bisa, gue pinjem mobil, lo."

"Gue free. Dikampung 12, kan?" Pertanyaan Abimanyu dijawab dengan anggukan dari Rafabian.

Kedua laki-laki yang berstatus dokter muda itu kembali saling diam dengan pikiran masing-masing. Hingga Abimanyu kembali berucap, "lo suka?"

Rafabian yang semula menutup mata seketika mengerjabkan matanya, segera menggeleng dengan kekehan kecil.

"kok rela?" Bukan tanpa alasan Abimanyu berkata demikian, pasalnya, Rafabian adalah laki-laki yang tidak akan peduli dengan kehidupan diluar kepentingannya. Tapi kejadian yang baru saja sahabatnya ceritakan tadi sepertinya, sebuah paksaan?

"Menurut lo, jatuh cinta salah nggak?"

"Lo gak jatuh cinta, berarti lo gak normal."

Rafabian mengangguk, benar juga yang dikatakan Abimanyu. "oke, makasih." Tanpa banyak kata, ia segera bangun dan beranjak dari ruang tamu menuju kamar utama yang ada disamping kamar sang pemilik rumah.

Abimanyu hanya bisa menggeleng tak habis pikir. "Izin dulu woi!" Teriaknya agar dapat didengar oleh sang tamu.

"Abim! Jangan teriak-teriak!" Teriakan dari lantai atas menusuk indra pendengaran dokter dengan manik mata coklat terang itu.

"Maaf, Ma."

....

Hari semakin larut, malam hari disalah satu kamar pasien rawat inap VIP, Rindi setia duduk disamping brankar sang ayah. Tangannya terus menggenggam jari-jari yang terasa sangat kurus milik cinta pertamanya.

"Bapak udah tidur?" Tanya Rindi pelan. Bukannya mendapat jawaban, ia justru mendengar deru napas dengan tempo yang stabil. Didetik kemudian, perempuan dengan mukenah ungu itu tersenyum.

"Bapak cepat sembuh, ya. Biar kita bisa buka warung lagi." Gumam Rindi. Dengan hati-hati, ia berdiri dan berjalan menuju sofa yang ada di sisi kamar menggunakan tongkat sebagai alat bantu.

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang