DUAPULUH SEMBILAN

5.8K 480 13
                                    

29. Sop Ayam

....

Sepulangnya semua orang dari rumah sakit, Rafabian masih asik duduk berdua dengan pria paruh baya yang beberapa waktu lalu resmi menjadi ayah mertuanya. Keduanya masih menikmati kopi panas hasil pesanan Rafabian tadi. Ditengah percakapan mereka, alarm penanda khusus dari ponsel Rafabian berhasil mengalihkan fokus.

"Pak, Bapak Rafa antar pulang, ya?" Ujar Rafabian begitu selesai menyimpan kembali benda pipihnya kedalam saku celana.

"Gak usah, nak. Bapak disini aja."

Rafabian menggeleng, "jangan, Pak. Biar Rafa yang disini jagain Rindi. Bapak pulang, istirahat yang baik. Ya, Pak?" 

Karena kondisi tubuhnya yang juga tidak baik-baik saja, Pak Razak memilih setuju dengan permintaan sang menantu. "Ya sudah kalau begitu."

Rafabian berdiri dari duduknya, "mari, Pak. Rafa antar sampai rumah." 

"Nanti siapa yang jaga Rindi?"

Pandangan keduanya langsung tertuju pada perempuan pucat yang sudah sejak tadi terlelap didalam tidurnya. Hingga Rafabian kembali berujar, Pak Razak akhirnya dengan senang hati keluar dari ruangan.

"Rindi udah tidur, Pak. Lagi pula, rumah Bapak juga gak terlalu jauh dari rumah sakit."

.....

Tepat pukul 11 malam, Rindi terbangun dari tidurnya karena merasa haus. Ia mendudukkan diri terlebih dahulu sebelum memanggil nama yang sekiranya akan ada diruang rawat inap untuk menemaninya.

"Pak?" Tidak ada jawaban, "Bapak?" karena masih tidak ada jawaban, Rindi mencoba memanggil orang lain, "Pak Dokter?" tetap tidak ada jawaban apa-apa.

Rindi hanya bisa mendengus, ia mencoba untuk diam lalu mendengarkan keadaan kamar rawat inapnya, berharap ada seseorang yang sedang tidur. Tapi nihil, tidak ada suara apapun, hanya ada suara ac dan suara air infusnya saja.

"Mereka semua pergi? Atau ada diluar?" Bisa saja Rindi berteriak lebih keras lagi, tapi akan tetap percuma karena ruang VIP dirumah sakit ini kedap suara. Dari pada kembali tidur dengan kondisi haus, Rindi memilih untuk meraba udara dikanan dan kirinya berharap menyentuh lemari atau botol minumnya.

"Kamu mau apa?"

Betapa terkejutnya Rindi saat tiba-tiba saja ada suara bariton yang menusuk indra pendengarannya. "Minum, Pak." 

"Rafa, Bapak udah pulang." Ucap Rafabian sedikit kecewa. Ia segera mendekati Rindi dan membantunya mengambilkan sebotol air.

"Bapak pulang?"

"Iya. Bapak juga butuh istirahat." 

Rindi menerima botol air mineral yang disodorkan Rafabian begitu menyentuh punggung tangannya. 

"Kenapa ke bangun? Lapar?" Gelengan menjadi jawaban.

Begitu air didalam botol hanya tersisa setengah, Rindi kembali memberinya pada Rafabian, "haus." Hanya satu kata yang dapat Rindi katakan.

"Aku beli makan, kata Bapak terakhir kamu makan tadi sore." Rafabian lalu mendudukkan dirinya dikursi kayu kecil disamping brankar.

Rindi yang baru sadar dengan nama panggilan Rafabian untuk dirinya sendiri jadi lebih santai, mencoba untuk mengikuti alur, "makanan apa?"

"Sop ayam sama bakso. Kamu suka?" 

Rindi mengangguk kikuk, "kenapa beli? Bukannya Pak Dokter udah makan ya tadi?" 

Sembari membuka bungkusan plastik yang berisi mangkok plastik khusus untuk makanan panas milik bundanya, Rafabian menjawab, "aku beli cuma 1, dan itupun untuk kamu makan."

Dokter Muda Rafabian (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang