Jangan baca kalau belum baca al-Kahfi🙏🥲
Sungguh, Al Kahfi lebih baik daripada tulisan aku🙃
32. DUNIA BARU.
Rindi merindukan semua warna didalam kehidupan. Rindi rindu melihat wajah Ayahnya, wajah Ibunya, dan wajah dirinya sendiri. Untuk pertama kali setelah sekian lama Rindi bisa memandang wajahnya lagi. Air matanya menetes dengan senyum bahagia yang tetap terukir dibibirnya. "Terima kasih, Terima kasih, Ya Rabb."
Rafabian yang tersentuh ikut menitikkan air matanya, "kamu cantik, Rin. Sangat cantik."
Rindi memandang wajah pasangannya dari pantulan cermin, laki-laki tampan dengan rambut belah dua yang berdiri tepat dibelakangnya itu selalu saja menatapnya, perlahan Rindi memutar badannya, mendongak untuk bisa dengan jelas melihat ukiran sempurna diwajah Rafabian. "Tiga tahun semuanya gelap. Tapi berkat kamu, aku bisa kembali melihat."
Rafabian menampilkan senyum terbaiknya, "kamu gak kecewa sama tampang muka aku, kan?"
Plak!
"Apa sih! Orang lagi serius juga." Walaupun kesal, Rindi tetap menghamburkan pelukannya pada Rafabian. "Kamu jauh lebih diatas dari pada ekspestasi aku."
"Sungguh?"
"He-em."
"Cium boleh, gak?"
Rafabian mengerutkan kening begitu mendengar pertanyaan tidak logis yang entah datang dari mana.
Merasa tidak menerima jawaban apa-apa, Rindi kembali mendongak, dibalik kacamatanya ia bisa melihat jelas raut wajah bingung dari sang suami. "Kenapa?"
Rafabian menunduk. "Hm?" Kemudian menggeleng, "oh nggak, mungkin dari kamar sebelah."
"Kenapa gak jawab pertanyaan aku?" Protes Rindi dengan sedikit kesal.
"Pertanyaan apa?"
"Boleh cium, gak?"
"Kamu mau cium siapa? Jangan macam-macam ya."
Cup
Hampir saja bola mata Rafabian melompat keluar kala merasakan bibir Rindi menempel dibibirnya sepersekian detik. "Rin, kamu?"
"Tadinya mau cium pipi kamu, tapi meleset." Jujur Rindi seolah ikut tidak menyangka dengan apa yang dilakukannya tadi.
....
Dengan bantuan kacamatanya, Rindi bisa dengan jelas melihat suasana kota yang ramai disiang ini. Sekalipun matanya tidak bisa berfungsi normal tanpa kacamata, ia tetap bersyukur karena ia masih diberi kesempatan untuk bisa melihat kembali.
"Ternyata Jakarta sebagus itu, ya?" Tanya Rindi tanpa memindahkan perhatiannya dari jalanan.
Rafabian yang fokus menyetir hanya berdehem sebagai jawaban. Sungguh, hari ini adalah hari yang indah baginya. Kurang lebih dua minggu berjuang mendapatkan hati Rindi, akhirnya ia bisa mendapatkan jawaban tanpa mengajukan pertanyaan.
"Besok kita ketemu Bunda, ya? Pasti mereka senang liat kamu."
"Iya. Aku juga penasaran gimana wajah Bunda. Selama aku dirawat cuma Bunda yang suara lembut banget." Rindi terkekeh kecil mengingat semua tentang mertuanya. Mertuanya itu terlalu cerewet bagi Rindi.
"Oh, jadi ada suara yang lebih kamu suka dari suara suami kamu?"
Rindi menoleh, "Apa sih?" Wajahnya ia dekatkan kepada Rafabian, memandang sembari terus tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Muda Rafabian (SELESAI)
RomanceMenyukai perempuan yang trauma dengan laki-laki adalah sebuah kesalahan bagi Rafabian. Tapi mau bagaimana? Ini bukan salahnya kan? Ini ia anggap sebagai tantangan. Dengan jalur langit dan dukungan semesta. "Mencintainya adalah anugrah terbesar. Da...