33. Tapi menurutku, Tuhan itu, Baik....
...
"Hm... gak ada Bian, Bunda."
Semua orang menatap Rindi, "kamu gak tau ciri-ciri suami kamu sendiri?" Kata Syeila. "Oh iya, kalian kan baru pertama ketemu." Maksud dari Syeila adalah karena Rindi baru mendapatkan penglihatannya siang tadi, jadi sangat tidak mungkin ia bisa dengan mudah mengetahui ciri-ciri Rafabian.
"Syeila!" Syeira menggeleng mendengar hinaan anaknya untuk menantu keluarga Edzar.
Karena tidak ada satupun orang yang berdiri didepan 3 laki-laki yang dijadikan bahan tantangan tadi, sebagian dari keluarga Rafabian meng'iyakan ucapan Syeila.
"Rindi benar." Suara dari arah tangga mencuri perhatian dari semua orang, termasuk Rindi. Mereka tersenyum saat mendapati Rafabian dengan kemeja hitam dan celana formal berwarna senada berjalan turun dari tangga. "Selamat, tuan putri. Kamu berhasil memenangkan tantangan mereka." Sebuah buket bunga dengan kotak handphone bermerek apel di bagian tengah Rafabian berikan pada Rindi.
Rindi dengan senang hati menerimanya. "Yang disana, hanya Refan, Abimanyu, dan Irdan." Irdan adalah anak dari kakak laki-laki Bunda Alhara yang berusia 3 tahun dibawah Rafabian.
"Maaf ya, Syer." Ujar Alenia sengaja menyindir sepupunya sendiri. Syeira yang merasa malu memilih untuk pergi dari kerumunan.
Rafabian membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Rindi, "kenapa tau aku gak ada disana?"
"Gak tahu."
Jawaban Rindi membuat Rafabian terkekeh, "kamu istirahat, ya? Aku bantu ke kamar."
Irdan, laki-laki yang dikenal sangat jahil diantara para sepupunya terlihat senyum-senyum sendiri sembari menggigit jarinya saat melihat interaksi antara Rafabian dan Rindi.
"Dan!" Irdan terlonjak kaget saat tiba-tiba saja namanya dipanggil, "bantu bawa kursi roda ke kamar atas." Irdan mengangguk.
Tanpa izin, Rafabian langsung menggendong tubuh Rindi ala bridal style hingga menjadi perhatian, "Bian! Aku malu!" Teriak Rindi tertahan.
"Biar yang panas makin panas, Rin." Rindi mengencangkan pelukannya dileher Rafabian begitu laki-laki itu mulai menaiki tangga.
"Ini... kamar kamu?" Tanya Rindi sembari mengedarkan pandangan keseluruh bagian kamar yang didominasi warna putih.
Rafabian bersimpuh didepan Rindi yang duduk diatas kasur, "iya."
Rindi tidak menyahut, ia masih sibuk mengedarkan pandangan keseluruh bagian kamar, ia sangat rindu dengan penglihatannya. "Kamu cantik banget, sih." Tiba-tiba saja Rafabian menyelutuk.
Sembari menatap wajah tampan suaminya, "gombaal!"
Tangan Rafabian lingkarkan dipinggang ramping istrinya, "dalam satu bulan, kamu harus gemuk." Mengingat semanjak sakit selama seminggu lebih, tubuh Rindi yang tadinya ideal berubah sangat kurus.
"Tidak, tidak. Jangan gemuk juga."
"Kayak gini aja kamu cantik banget. Apalagi kalau gemuk."
Rindi terkekeh kecil, ia menangkup wajah Rafabian lalu mengecup pelan kening laki-laki itu. "Makasih, ya?"
"Untuk?"
"Untuk cinta kamu."
"Aku juga mau bilang terima kasih sama kamu," Rafabian membalas kecupan Rindi tepat dipipi kanan perempuannya. Pipi Rindi merona, "terima kasih karena mau buka hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Muda Rafabian (SELESAI)
Storie d'amoreMenyukai perempuan yang trauma dengan laki-laki adalah sebuah kesalahan bagi Rafabian. Tapi mau bagaimana? Ini bukan salahnya kan? Ini ia anggap sebagai tantangan. Dengan jalur langit dan dukungan semesta. "Mencintainya adalah anugrah terbesar. Da...