“Lo harus minta maaf.”
“Ke Jessi?”
Renu mengangguk. Matanya menuntut penuh kepada Ewil.
“Harus?” Ewil tidak memanfaatkan Jessi secara terang-terangan sebagai objek pemicu rasa cemburu Renu. Kedekatan dirinya dan cewek itu begitu saja mengalir tanpa dibuat-buat. Jessi yang adalah adik dari kakak kelas yang rumahnya sering dia datangi sebagai tempat bersinggah sebelum latihan futsal, sering bertemu karena jadwal ekskul mereka berbarengan. Layaknya teman, obrolan mereka mengalir tanpa skenario dan canda tawa menyusul setelahnya. Harus diakui lebih dekat dengan Jessi daripada siswi lain di sekolah, dekat dalam artian dia dan cewek itu lebih sering bicara atau tertawa berdua. Adegan demi adegan yang dia perlihatkan kepada Renu adalah keakraban standar antara cewek dan cowok. Tidak ada kontak fisik, dirinya tidak bisa disebut sepenuhnya 'menggunakan' cewek itu. Ditambah dengan fakta baru, cewek itu yang secara tidak langsung mendekatinya agar bisa lebih dekat dengan Renu, membuatnya paham dari tiap pertanyaan yang selama ini ditujukan cewek itu, semuanya mengarah kepada Renu. Kenapa dirinya yang harus meminta maaf?
“Emang apa yang gue lakuin ke Jessi?” Kata Ewil.
Ewil menolak meminta maaf.
Sedikit sinis, dia menuntut alasan tepat kenapa dirinya harus meminta maaf. “Kalo karena gue manfaatin dia, itu salah banget. Gue cuma terlihat lebih dekat ke dia saat ada lo. Kali aja lo marah. Nyata ga, kan?”
Bibir Renu tersenyum miring. “Lo bikin dia malu.”
“Malu?!” ulang Ewil nyaring. “Malu karena apa?”
“'Kok muka lo malu-malu gitu?’, 'Lo suka Renu?', 'Gue cuma nanya. Kok lo panik?'.“ Renu mengulang kalimat milik Ewil yang ditujukan kepada Jessi beberapa menit lalu. “Sadar ga sadar lo udah menghardik dia buat mengakui perasaannya ke gue.”
“Salah dia, kegep gue natap lo sedalam itu,” sahut Ewil.
“Gelap! Lo bilang ga bisa liat?” sela Renu. Turun dari atas meja, mendekati posisi Ewil berdiri.
“Dalam gelap aja jelas banget her eyes sparkle on you.”
“Fakta yang harus lo terima, banyak cewek suka sama gue. Itu udah biasa!” tegas Renu. Dia terbiasa dengan cara para siswi menatapnya. Dia tahu jenis cara memandang itu. Dia tidak akan menghiraukannya, memilih menganggapnya tidak tampak saja. Seolah-olah hal itu bukanlah hal luar biasa. Dia tidak ingin bersusah payah memikirkan bagaimana orang-orang menyukainya— tu hak mereka, karena tidak ada niat sekalipun dia akan membalas rasa suka mereka. Tidak!
KAMU SEDANG MEMBACA
REW Rabbit [ RenHyuck ]
Teen FictionR E W rabbit : Ruby eye - white / white bunny with ruby eyes New Zealands are bred for meat, pelts, show, and laboratory uses, being the most commonly used breed of rabbit both for testing Arti lainnya dari kelinci percobaan adalah orang yang pertam...