☆SAGARA 21☆

1K 61 6
                                        

Sagara dan Garva berada di gedung Aleister mereka sama-sama menggunakan setelan jas berwarna hitam rambut mereka pun tertata rapi layaknya orang penting dan di hadapan mereka ada malik dan vincen mereka sibuk dengan laptop masing-masing.

Garva hanya diam memainkan sepatunya dan sesekali berdengkus sebal tak jarang Sagara memelototi Garva dan sang empu pun menjawab dengan memutar matanya "kita ini ngapain si?".

"Nanem padi...nih daftarin nama lo" Jawab vincen melihatkan laptop ke arah Garva.

"M-maksud Lo gua jadi sekertaris Ni orang?" Tanya Garva menunjuk Sagara.

Dan anggukan dari vincen membuat Garva membulatkan matanya "Gila gua gatau persoalan kantor kayak gini bro...gua salah sedikit hancur perusahaan dia".

"Seenggaknya Lo coba dulu Va" ucap Sagara.

"Nyoba iya Gar cuma gua...gua kaga sekolah kagak tau apa-apa dan Lo percaya sama gua?" Bantah Garva.

"Besok Lo masuk sekolah Lo di daftarin Oma sekolah supaya Lo bisa kelola saat Lo nanti di kasih Oma perusahaan" final Sagara meninggalkan ruangan rapat menyisakan malik vincen dan garva yang memegang kepalanya pusing.

"Jalani aja dulu Va ini baru mulai bukan final" ucap malik menutup laptopnya menyalakan sepuntung rokok dan menghisapnya pelan.

"Gua tau bang tapi apa yang bisa diandelin dari gua"

"Apa gua harus ngulangi kata-kata gua lagi Va?" Malik meletakkan rokoknya.

Garva menghembuskan nafasnya sebal meninggalkan vincen dan malik di dalam ruangan sementara itu Sagara tengah berada di apartemennya lama sekali dia tidak beristirahat di apartemennya usai ia di rawat di rumah sakit tangan sagara mengambil benda pipih di saku jas mencari nomor seseorang mengirimkan pesan singkat dan meletakkan kembali handphonenya.

Dia menghubungi Alana menyuruh perempuan datang untuk membuatkan masakan dia sangat rindu dengan cita rasa masakan Alana dia terlalu bosan memakan nasi hambar rumah sakit dan tak butuh lama Alana datang membawa plastik berisi bahan makanan.

"Lo pengen makanan apa?" Tanya Alana memisahkan bahan-bahan masakannya.

"Terserah Kamu aja"

"Oke Lo bilang terserah berati sekaranf bantuin gua dan Lo cuci sayuran itu" Tunjuk Alana pada pakcoy.

"Ogah" Tolak Sagara.

"Katanya terserah kenapa nggak mau bantu?"

Sagara duduk menyangga dagunya memperhatikan Alana yang terus mendumel Karena Sagara tidak mau makan sayur menyebutkan khasiat dari sayur menyebutkan dampak tidak mengkonsumsi sayur semua di ucapkan Alana dan Sagara pun hanya tersenyum memandang wajah Alana.

"Denger nggak?" Alana melempar bawang bombay ke wajah Sagara.

"Nggak"

"Bisa-bisa nya kayak gini jadi ketua Osis pada burem apa pas nyoblos" gerutu Alana.

"Berati kamu juga matanya burem karena kamu nyoblos nomor caketos aku" senyum kemenangan Sagara membuat Alana memutar bola matanya.

"Itu juga karena Lo temen gua"

"Yakin deck cuma temen?" Sagara mendekati Alana.

"Deket-deket gua jadiin pisau terbang nih" Ancam Alana melihatkan pisau yang sedang ia bawa.

"Pikiran kamu buruk nih ada ulet" ucap sagara melihatkan ulat kecil dari rambut Alana dengan sekuat tenaga Alana berjingkat mengibaskan rambutnya takut ada ulat lainnya yang masih di rambutnya.

"Hewan seimut ini kok takut" sindir Sagara dengan memainkan ulat tadi dengan tangannya.

"Sagara buang"

"Bagus lo-

SEKARANG SAGARAAA" Teriak Alana.

Sagara menuju jendela melemparkan ulat kecil itu ya sebenarnya dia juga takut ulat karena ingin menjahili Alana ia berani memegang ulat.

"Udah hilang" Sagara mengangkat kedua tangannya melihatkan kepada alana tangannya sudah tidak ada ulat lagi.

"Cuci tangan"

Sagara berdecak mencuci tangannya di wastafel dan Alana menyusul dari belakang membawa sayuran untuk di cuci sambil mencuci sayuran Sagara pun ikut membantu Alana.

"Lo motong bawang putih sama bawang merah" suruh Alana sang Sagara mengangguk melaksanakan perintah Alana dan mulai membuka kulit bawang putih dan bawang merah.

"Naa ini gimana?" Sagara melihatkan bawang merah yang sudah ada tunasnya.

"Nggak papa potong aja"

"Ini nggak ulat kan?"

"Nggak"

Sagara melanjutkan mengupas bawang sampai matanya terasa perih dan tak sadar mengucek matanya rasa perih menjalar di mata nya "Naaaa".

"Ini tadi aku kucek matanya" adu Sagara melihatkan matanya yang memerah kemudian Alana menarik alis sagara mengipasi mata sagara dengan majalah.

"Gini kok mau jadi kuat kena bawang aja mewek" cibir Alana.

"Nggak ada yang mewek"

Terakhir Alana meniup mata sagara kencang membuat Sagara sedikit menjauh dari Alana menyelamatkan matanya yang tertiup kuat.

"Emang lebih baik Lo diem aja"

"Kan aku udah bilang" Alana menatap Sagara tajam.

Sagara pun duduk diam memainkan gitar nya mengisi kekosongan dapur dan Alana ikut berdendang lagu membuat suasana dapur menjadi lebih seru sesekali Alana menjadikan centong sayur sebagai microfone "Merindukan hadirmu ada disini"

"Percayalah kasih~" sambung Alana dan mereka bernyanyi kurang lebih 3 lagu untuk menyelsaikan masakan Alana kini pakcoy bawang putih dan ayam madu sudah di atas meja.

Alana membersihkan alat di dapur mencuci tangannya dan duduk berhadapan dengan Sagara ia mulai mengambilkan secentong nasi ke piring sagara dan juga untuk dirinya memberikan sayur pakcoy beserta sepotong ayam.

"Sayur nggak enak" Ucap Sagara menyisihkan pakcoy ke pinggiran piring .

"Ini enak beneran di coba dulu" Alana menyuapkan pakcoy dengan nasi dan dengan terpaksa Sagara harus mengunyah sayuran hijau itu dan menelannya dengan susah payah.

"Enak kan??"

"Nggak"

Alana memutar bola matanya dan mulai melahap makanannya sesekali pun Alana menanyakan pelajaran ya karena sebentar lagi kelas 12 akan menghadapi Ujian untuk Lulus.

"Tadi kan Na aku ketemu perawat cantik-

"Aku sedang boring rada-rada darting kamu bisa aku banting" Alana bersiap melemparkan sendok ke wajah Sagara.

"Dari tadi marah mulu dateng bulan?"

"Udah tau ngapain nanya" Alana berdiri mengambil bekas piring dan mencuci sementara itu Sagara menunggu di ruang tamu menonton kartun dengan susu kotak kecil di tangannya.

"Na gua punya cerita baru" Alana melompat duduk di samping Sagara "Apa itu bestie?".

"Kamu tau Garva?" Alana mengangguk "Dia saudara aku lebih jelasnya dia anak dari adik bunda aku dan fakta nya itu anthoni mau ngambil semua harta warisan dari Opa dan Anthoni membunuh bunda aku sama nyokapnya Garva yang pasti mereka adalah penerus warisan"

"K-kok bisa??"

"Nyatanya sekarang tapi kita masih nyelidiki dan nyari di mana bokap Garva"

"Siapa nama bokapnya Garva"

"Ya masih nyelidiki maemunah ya nggak tau namanya" Sagara menoyor kepala Alana.

"Tapi gua kayak pernah lihat seseorang yang hampir mirip dengan Garva" 

"Besok gua tunjukin" akhir Alana.

•°•°•

S A G A R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang