Fabio ingin tahu apa yang sedang anggota keluarganya rasakan sekarang , apa Ayahnya kini sedang bahagia bersama kakak perempuannya, yang Fabio tebak sang ayah sudah menikah lagi dengan wanita lain. Dan untuk sang Bunda, bagaimana kabar wanita itu sekarang? Apa Ibunya itu juga sudah bahagia sekarang?
Remaja itu hanya bisa tersenyum miris, jika memang semua itu benar. Berarti hanya dirinya saja yang tidak bahagia. Namun, Fabio mencoba menerima, karena kehancuran keluarganya itu berasal dari dirinya. Rio pasti sangat terbebani dengan pengobatan dirinya yang mahal, sehingga memilih meninggalkan dirinya.
Ibunya juga pasti malu mempunyai aib sepertinya sehingga membuang dirinya ke tempat ini, agar Airin tidak perlu repot-repot merawatnya yang penyakitan ini. Dan yang terakhir sang kakak, mungkin Tiara gengsi memiliki adik yang lemah sepertinya, sehingga ikut pergi meninggalkannya.
Kehidupan Fabio itu monoton, tidak ada yang bisa remaja itu lakukan selain duduk, tidur, makan dan melamun setiap harinya, sudah mirip seperti pasien sakit jiwa, mungkin memang Fabio termasuk salah satunya, karena memang dirinya tinggal di sana.
Hanya ada Gama, Satya ataupun perawat lainnya yang bertugas untuk merawatnya yang berinteraksi dengannya. Fabio menghela napasnya, membuat Gama yang memang banyak menemani setiap hari menatap Fabio disebelahnya.
"Gue bosen kak, kasih gue apa gitu biar nggak bosen" rengeknya, posisinya saat ini Fabio duduk di sofa dengan Gama disampingnya ditemani televisi yang menyala, acara televisi tersebut yang tidak ada yang sesuai dengan selera Fabio saat ini membuatnya bosan.
"Ya kakak juga nggak punya mainan buat lo." Jawaban itu membuat Fabio menghela napasnya, lalu netranya melirik ke saku baju yang Gama pakai.
"Buka hp kakak dong, liat video lucu," ujarnya seraya masih melirik ponsel Gama yang terlihat dari saku bajunya.
Gama mengikuti arah pandang Fabio, alhasil dirinya tidak menolak. Membukakan kunci ponselnya, lalu memberikan benda elektronik itu pada yang lebih muda.
Fabio senang mendapatkan itu, langsung saja dirinya mencari apa yang dia inginkan. Sudut bibirnya terangkat naik ke atas tanda dirinya suka. "Makasih kak." Fabio itu suka dengan kucing, jadilah paling remaja itu meminjam hanya untuk melihat video hewan tersebut, membuat Gama merasa aman.
"Kak liat deh, kucingnya lucu." Gama hanya tersenyum tipis melihat bagaimana senyuman mengembang di bibir Fabio, membuat anak itu senang itu tidak sulit, caranya hanya mengerti apa yang dimau Fabio, selama itu baik.
Itu adalah hal yang termudah bagi Gama untuk bisa membantu Fabio, karena ada beberapa hal yang tidak bisa Gama lakukan, seperti kemarin saat Fabio meminta keluar, karena keluar yang dimaksud itu memiliki maksud lain, bukan sekedar keluar ruangan saja. Maka dari itu juga, Gama khawatir saat melihat Fabio keluar kemarin dan langsung meminta anak itu untuk kembali ke kamarnya.
"Kak, ada telepon masuk nih." Fabio menyodorkan ponsel yang di pegangnya pada Gama. Tanpa pikir panjang Gama mengangkat telepon yang masuk, lalu berjalan agak menjauh dari Fabio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fiksi Penggemar"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...