26. Pertolongan☆

1.8K 159 7
                                    

Gio memandang Bagas untuk meminta penjelasan, kedua remaja itu tengah duduk menunggu salah satu orang yang lain terbaring di atas bed Gio, tidak banyak yang mereka lakukan selain membawa Fabio di atas sana, namun Gio sudah menelpon ibunya untuk me...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gio memandang Bagas untuk meminta penjelasan, kedua remaja itu tengah duduk menunggu salah satu orang yang lain terbaring di atas bed Gio, tidak banyak yang mereka lakukan selain membawa Fabio di atas sana, namun Gio sudah menelpon ibunya untuk menolong.

"Gue nggak tau Gi, beneran. Fabio tiba-tiba aja nangis gitu, nggak lama terus pingsan, gue nggak tau kenapa." Gio menyimak dan tatapannya kembali pada Fabio yang masih terpejam erat.

"Apa dia punya penyakit mental? Kayak bipolar gitu?" Celetuk Gio asal, cukup aneh saja, bagiamana bisa seseorang menangis tanpa sebab,

"Heh, kalo ngomong." Bagas menggeleng, bisanya Gio berpikir sejauh itu, "terus gimana ibu lo Gi, lama banget, gue takut Bio kenapa-kenapa."

"Katanya bentar lagi sampe." Bagas mengangguk pelan, matanya menyorot lagi foto yang menjadikan Fabio menangis tanpa sebab, tidak ada yang aneh disana, hanya foto keluarga Gio.

Mereka saling diam setelahnya, sibuk memikirkan hal-hal yang berkeliaran di kepala mereka. Gio sendiri merasa bersalah karena sudah mengajak Fabio main, harusnya ia tahu jika Fabio baru saja sakit, tapi sudah terlanjur terjadi, tidak ada yang bisa mengubahnya.

Suara deru mobil mengalihkan perhatian Gio, anak itu segera berlari keluar kamar karena sang ibu sudah datang, sementara Bagas menemani Fabio di kamar.

"Ma, cepetan. Temen Gio pingsan." Baru saja Airin menurunkan kakinya dari mobil, tangannya sudah ditarik oleh sang anak, bahkan ia tidak sempat untuk berbicara. Wanita itu hanya bisa menurut, bahkan ia menghiraukan Remada yang memanggil-manggil namanya.

Sesampainya di kamar sang anak, arah pandang Airin terarah pada sosok yang terpejam di atas kasur, hingga langkahnya semakin mendekat, detak jantung Airin berdetak lebih kencang dengan mata yang menyorot jika ia kaget atas pemandangan didepannya. Wanita itu menelan ludahnya kasar dengan napas naik turun.

Ia beralih memandang Gio dengan tatapan tajamnya, "kamu suruh mama pulang cuma suruh ngurusin dia Gi? Sudah urus saja sendiri teman mu itu! Mengganggu saja."

Ucapan tersebut mampu membuat Gio dan Bagas yang berada disana kaget dibuatnya, Gio menggelengkan kepalanya dan memegang tangan Airin yang akan pergi dari sana," apa maksud mama? Dia temen Gio ma, tolong bantu Gio, dia kesakitan ma."

"Kamu dimana sih dapet temen kayak gitu, besok-besok jangan lagi main sama dia, jauhin dia. Dia itu pembawa sial Gio."

"Ma!" Suara Gio ikut meninggi, tidak tahu menahu mengapa Airin bisa mengatakan hal tersebut dengan lancarnya, memangnya apa yang salah Fabio? Mengapa ibunya dengan tega mengatakan itu pada temannya.

"Kamu bentak mama? Sejak kapan kamu kayak gini, kamu ini kenapa!?" Yang dikatakan Satya waktu itu benar jika Gio dan Fabio menjadi teman, seharusnya Airin tahu itu, maka ia tidak akan pulang kerja lebih cepat hanya karena direpotkan oleh Fabio, ia harusnya ingat jika teman Gio sekarang ada Fabio disana. Airin lupa itu dan menyepelekan kedekatan Fabio dan Gio, padahal selama ini Airin selalu menghindar dari Fabio.

Batas Akhir [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang