Gio bukanlah anak yang manja, ia lebih berkepribadian dewasa dan mandiri, walau begitu ia sangat suka akan perhatian orang lain yang di tunjukkan padanya. Ia mengenal sosok Airin di kali pertama sang ayah mengenalkan padanya ketika ia lulus SMP.
Awalnya tidak mudah menerima Airin yang akan menjabat menjadi sang ibu nantinya, namun hal itu ia hilangkan ketika sang ayah terlihat begitu bahagia jika bersama Airin, Gio juga tidak mau egois dan menghancurkan kebahagiaan sang ayah. Hingga sang ayah mengajak Airin ke tingkat yang lebih serius, Gio mulai merasa nyaman dan rumor tentang ibu tiri itu jahat terpatahkan.
Airin menganggap dirinya seperti anak sendiri dan tidak pernah berbuat kasar sekalipun, tapi di balik itu semua Gio tidak tahu jika Airin menyembunyikan fakta yang begitu mengejutkan.
Setelah mendapat telepon beberapa saat lalu yang mengatakan Fabio menjalan kecelakaan, Gio dengan sang ayah langsung menuju rumah sakit. Gio bisa lihat bagaimana kacaunya Airin, wanita itu menolak untuk makan dan tidak beranjak sedikitpun dari kursi di depan ruang ICU. Dengan alasan ingin menemani Fabio di dalam sana.
Gio sendiri bingung, mengapa di dunia ini ada sosok ibu seperti Airin. Menyia-nyiakan sang anak, dan menyesal dikemudian harinya. Gio kira kejadian seperti itu hanya ada di cerita fiksi saja, Gio tidak pernah membayangkan jika ialah yang berada di posisi tersebut, Gio tidak akan bisa sekuat Fabio.
"Bun, jangan gini... Kalo ada adek juga, dia nggak suka kalo bunda kayak gini."
Gio memperhatikan bagaimana kakak tirinya itu tengah membujuk sang ibu, tapi lagi-lagi Airin menggeleng seraya memanggil nama Fabio. Gio juga ingin membantu, tapi apakah bisa? Tiara yang merupakan anak kandungnya saja tidak mempan, apalagi dirinya?
Terlihat Tiara pasrah dan hanya bisa mengelus pundak sang ibu. Gio beralih menatap orang-orang yang berada disana, semua memberikan raut yang begitu sedih atas yang menimpa Fabio, melihat itu Gio tersenyum miris.
"Lucu banget ya orang dewasa, merasa paling sedih setelah menyia-nyiakan seorang anak. Memberi tatapan iba setelah apa yang di lakukan sebelumnya, merasa paling bersalah setelah ingat kelakuan bejatnya dulu. Cih, munafik." Perkataan itu sontak membuat orang-orang yang berada disana menatap Gio dengan tatapan yang berbeda-beda.
"Gio!" Kata Andi, tidak menyangka sang anak berani mengatakan hak tersebut.
"Apa? Gio nggak salah kok? Mereka itu cuma kasian doang! Kalo aja kejadian ini nggak terjadi, apa mama akan sekacau ini cuma nangisin Bio? Apa om Rio akan ada disini? Apa mereka masih ingat Fabio sebagai anaknya? Mereka itu cuma sumber sakitnya Fabio pa, Gio nggak suka! Biarin kalo habis ini Gio di cap anak durhaka, nggak tau sopan santun, nyatanya kelakuan mereka lebih dari ini."
Mereka semua terdiam, tidak ada yang marah ataupun protes, Gio yang melihat itu kembali berdecih sebelum ia pergi dari sana.
"Maaf, Gio sebenarnya bukan anak yang seperti itu. Dia bersikap seperti ini mungkin merasa sedih atas apa yang terjadi pada saudaranya." Andi menyampaikan minta maaf, sebagai sang ayah ia sudah tahu betul sifat sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfiction"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...