Bagas itu keras kepala, sifat yang menurun dari Satya. Ia mengetahui rahasia Satya pertama kali saat dirinya kelas 3 SMP, perasaan yang ia rasakan hingga saat ini adalah kecewa pada Satya. Seribu cara Satya lakukan agar dirinya kembali percaya jika Satya tidak akan mengecewakan lagi, ataupun melukai perasaan ibunya.Sebenarnya Bagas sudah akan perhatian dan kepedulian Satya, namun ia benci jika fakta Satya masih saja peduli pada anaknya haram menjadikan Bagas seolah tidak menghargai kasih sayang yang Satya berikan. Bagas hanya tidak suka miliknya dibagi kepada orang lain, apalagi jika orang tersebut adalah bagian dari perbuatan masa lalu Satya.
"Fabio belum berangkat?" Gumam cowok itu, bangku kosong Fabio dibelakangnya menjadi tanda tanya. Biasanya Fabio akan berangkat pagi sebelum ia datang, tentu Bagas agak bingung.
Bagas menilai Fabio sebagai orang yang dapat dipercaya, bukti jika ia selama berteman tidak menutup-nutupi masalah keluarganya kepada Fabio. Ya walau Fabio sendiri tidak pernah menceritakan bagaimana keluarganya sendiri, Bagas tidak masalah. Jika ia orang yang mudah terbuka pada orang yang baru ia kenal namun bisa di percaya seperti Fabio, lain halnya dengan Fabio sendiri, anak itu belum mau terbuka pada Bagas.
Bagas masih setia menunggu kedatangan Fabio, namun yang ditunggu tidak kunjung datang juga.
"Lo kayak gelisah gitu Gas? Apa apa emangnya?" Gio mengikuti arah pandang Bagas yang terus menatap keluar pintu lalu balik menatap orang yang ia ajak bicara.
"Fabio, apa dia nggak sekolah ya? Bentar lagi masuk." Gio juga sebenarnya menunggu kedatangan Fabio, namun tidak menunjukkannya secara langsung seperti yang Bagas lakukan.
Gio menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu, hingga kelas masuk guru baru memberitahukan jika Fabio sakit, sebab itulah anak itu tidak bisa mengikuti pelajaran seperti biasanya.
"Dia sakit apa ya?" Gumam Bagas, ia menjadi ingat pertemuan mereka di rumah sakit kala itu. Saat itu Fabio juga sakit sampai di rawat di rumah sakit, apa kini juga sampai seperti itu? Sebenarnya apa sakit yang diderita Fabio?
***
Bukan namanya jika Fabio tidak kabur, anak itu kembali membuat Yuni harus ekstra bersabar menghadapi cucunya yang ternyata nakal ini. Fabio yang ia tinggalkan di rumah sakit terlebih dahulu karena ada yang harus di urus oleh Yuni di rumah, sontak saja menjadikan Yuni shock, sebab ia menemukan Fabio sudah berada di rumah, anak itu tengah tiduran sambil menonton TV. Padahal baru setengah jam ia meninggalkan anak itu di rumah sakit.
Entah bagaimana caranya anak itu bisa berhasil keluar dari rumah sakit dan berakhir selamat sampai rumah tanpa kesasar di jalan. Yuni ingin marah, namun saat melihat Fabio yang menyengir tidak merasa bersalah mengurungkan niatnya, Yuni hanya bisa mengelus rambut anak itu yang kini tiduran di pahanya yang menjadi bantal.
"Kabur udah jadi hobi kamu Yo? Nenek nggak bisa bayangin gimana Gama menghadapi kamu yang nakal gini," ujar Yuni menggelengkan kepalanya, wajah Fabio masih pucat yang menunjukkan jika anak itu belum pulih betul.
"Di sana bau obat nek, nggak suka." Fabio juga bingung dengan dirinya yang suka sekali kabur, rasanya sudah jadi kebiasaan baginya.
"Tapi badan kamu Yo, kasian."
"Aku cuma mau cepet pulang nek, aku pingin cepet-cepet ketemu bunda." Fabio mendudukkan dirinya di samping Yuni, ia menggenggam tangan Yuni seakan tahu apa yang tengah kini dipikirkan oleh wanita itu.
"Tolong, jangan tunda lagi keinginan Bio nek, walaupun nantinya bunda menolak, Bio akan baik-baik aja. Kita udah bicarakan ini tadi malem." Kali ini Fabio sangat meminta bagi Yuni untuk mengerti dirinya.
"Maafin nenek Yo, nenek nggak bisa bantu kamu. Padahal nenek waktu itu yakin bisa bantu." Ini bukan perihal semudah membalikkan telapak tangan, mungkin jika diucapkan sangat mudah, namun sangat sulit untuk melakukannya.
Yuni sudah berusaha bersikap bodo amat pada Airin yang sudah tidak peduli dengan Fabio. Jika Airin tidak mau merawat Fabio, ya sudah biarkan saja dirinya yang menjaga anak itu. Namun kembali lagi pada keinginan Fabio, anak itu anak yang tidak berdosa, yang tidak mungkin melupakan Airin dengan cepat begitu saja, walau Fabio sudah di buang sekalipun.
"Nenek jangan bilang gitu, nenek udah bantu Bio banyak. Mulai dari bawa Bio pulang kesini, sekolahin Bio dan yang paling penting kasih sayang dari nenek buat Bio sangat berharga. Maafin Bio juga yang kemarin marah sama nenek, Bio cuma ngerasa seneng aja punya temen nek. Nenek tau sendiri, Bio nggak seperti anak yang lain." Fabio langsung merunduk, ia saling meremat tangannya.
Yuni tersenyum hangat, tapi berujung sendu ketika Fabio menyelesaikan kalimat terakhir dengan lirih, pundak Fabio Yuni sentuh agar anak itu melihat ke arahnya.
"Udah, nenek nggak masalah soal itu Yo. Mungkin nenek terlalu memaksa, liat kamu seneng, nenek juga ikut seneng. Kalo kamu sedih, nenek juga ikutan sedih." Yuni mengulas senyum hangatnya.
"Dada Bio jadi sering sakit nek. Kira-kira sampai kapan Bio bisa bertahan?" Fabio melirih.
"Umur hanya Tuhan yang tau Yo, kamu jangan pesimis bilang gitu, nenek yakin kamu bisa sembuh." Fabio mengangguk mengerti, walau ia tahu jika Yuni berucap seperti itu hanya untuk menghiburnya.
"Nek, apa perasaan nenek saat ditinggal kakek waktu itu?" Berbicara tentang kakek, Fabio tidak ingat wajah beliau seperti apa sebab ia masih balita waktu sang kakek masih ada.
"Sedih, itu pasti Yo. Nenek nggak ikhlas waktu Tuhan ambil orang yang nenek sayangi waktu itu, nenek sedih. Tapi yang namanya hidup pasti akan berujung pada kematian, nenek sadar jika Tuhan lebih sayang kakek disana, walau berat nenek mencoba untuk ikhlas, karena kakek pasti jauh lebih bahagia didekat Tuhan." Fabio diam menyimak, waktu itu Yuni sedikit menceritakan tentang kakeknya, Yuni mengatakan jika sang kakek sering sekali menggendong dirinya saat bayi, memomong dirinya walau kepayahan, kakek memiliki kepribadian yang baik.
"Apa nenek sekarang masih inget sama kakek?"
"Iya, kadang. Kalo masih kangen nenek pasti kirim doa buat kakek."
Fabio menjadi diam untuk berpikir, entah kenapa ia menjadi takut mati. Ia takut jika nanti akan dilupakan semua orang, Fabio hanyalah nama nanti, di awal mereka mungkin akan sedih saat ia pergi, namun setelahnya berlalu begitu saja dan melupakan dirinya.
"Nek, Bio takut mati."
TBC...
[]
Lampung, 03082022
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfiction"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...