Hari-hari dilewati, tak terasa sudah seminggu lebih Fabio bersekolah. Ia berteman baik dengan Gio dan Bagas disekolah, tidak lupa juga dengan Najwa yang kadang ikut bersama mereka saat istirahat.
"Sekarang ibu akan bagi tugas kelompok, untuk anggotanya kalian milih sendiri-sendiri dan masing-masing maksimal 7 orang perkelompok. Sedangkan tugas kalian yaitu buat makalah tentang Metabolisme Tubuh, yang dikumpulkan Minggu depan. Jika ada kelompok yang tidak mengumpulkan, akan mendapatkan nilai minus dari ibu. Ada pertanyaan?" Jelas guru yang yang mengajar.
Gio menunjukkan tangannya ke atas. "Untuk jilidnya, harus warna apa Bu?" Tanyanya.
"Buat itu bisa warna biru ataupun merah ya, selain warna itu ibu nggak bakal terima. Ada pertanyaan lain?" Di jawab gelengan kepala dari anak muridnya, lantas guru tersebut mengucapkan salam untuk mengakhiri pelajarannya.
Sehabis kepergian guru tersebut, kelas menjadi ramai karena sibuk mencari kelompok masing-masing.
"Yo, lo ikut kelompok gue ya sama Gio juga." Bagas mengerti kebingungan Fabio, pasti masih canggung rasanya untuk berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya walau sudah seminggu Fabio sekolah disana.
"Apa boleh?"
"Ya bolehlah, nanti kita kerjain sama-sama." Gio ikut menyahut.
Setelah mendapatkan anggota kelompoknya, mereka pas 7 orang di tambah teman-teman yang lain, ketiga remaja itu berjalan keluar untuk istirahat, di depan pintu kelas ternyata sudah ada Najwa yang menunggu seraya membawa botol minum ditangannya.
"Gas, buat lo. Nanti ada pelajaran olahraga 'kan?" Najwa menyodorkan botol itu kepada Bagas, dan diterima baik oleh sang empu.
"Kok ngasihnya sekarang, 'kan masih istirahat."
"Iya, nanti gue ada praktek di lab, jadi gue kasih sekarang takutnya nggak sempet." Bagas mengangguk saja, dan berterimakasih pada kekasihnya ini.
"Enak ya yang punya pacar, ada yang perhatiin." Celetuk Gio yang sedikit kesal melihat interaksi itu.
"Makanya Lo cari cewek! Biar nggak jomblo terus nanti 'kan ada yang perhatiin Lo." Gio berdecak mendengar ucapan Bagas.
"Udah nggak usah berantem, nggak malu apa sama Bio," kata Najwa, Fabio tertawa kecil saja, ada hiburan tersendiri melihat itu.
"Ya udah gue pergi ya." Pamit Najwa pergi dari sana.
Ketiga cowok itu juga pergi untuk mengisi perut mereka yang lapar. Bagas melirik Fabio, sedikit bingung kenapa anak itu selalu membeli jika tidak roti pasti biskuit yang menjadi tujuan utamanya, padahal disini banyak pilihan, misalnya ada mie instan, bakso ataupun mie ayam juga tersedia.
"Yo, lo nggak mau beli yang lain? Pasti lo kurang kenyang cuma makan itu doang." Fabio mengangkat kepalanya, ditangannya terdapat biskuit yang baru ia gigit setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfic"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...