Langkah gontainya ia langkahkan menuju bagian belakang rumah, Fabio butuh menyejukkan hatinya yang terluka. Remaja itu duduk di ayunan kayu dekat kolam ikan didepannya, berusaha melupakan kejadian tadi, tapi nyatanya sulit. Inilah yang dia tidak suka dengan dirinya sendiri, terlalu memikirkan dan terlalu cemas akan sesuatu.
Mungkin ini yang dimaksud neneknya seolah menghindar tidak menyinggung Airin dalam pembicaraan, Fabio tahu jika Yuni tidak akan lupa dengan janjinya yang akan mengajak dia menelpon Airin. Fabio tahu jika sang nenek menjaga perasaannya, agar tidak terluka, saat mengetahui reaksi Airin saat ditelepon.
"Permisi mas Bio, dipanggil nenek di dalem." Lamunannya berhenti, walau masih ingin berada di tempat ini, ia tidak bisa mengabaikan perintah neneknya.
"Iya, nanti aku ke sana," jawabnya pada Sumi.
Dalam hati, semoga saja Yuni tidak meneliti bekas log panggilan di ponselnya nanti, Fabio takut ketahuan.
Sampainya du dalam, Fabio bisa lihat Yuni yang melambaikan tangannya untuk mendekat, sementara didepannya ada seorang laki-laki yang Fabio tidak kenal.
"Sini duduk deket nenek, ada om kamu dateng." Fabio kembali menurut dan duduk, matanya mengarah ke laki-laki yang kini tersenyum padanya.
"Udah gede kamu Yo, masih inget nggak ini siapa?" Tanya laki-laki tersebut dengan ramah, dengan polos Fabio menggelengkan tanda tidak tahu.
"Sakit hati om kamu lupain, ini om Wildan, masih nggak inget."
Fabio kembali menggeleng, dia memang tidak ingat dengan orang didepannya, ini baru pertama kali dirinya lihat, "maaf, tapi aku beneran nggak inget om."
Wildan didepannya hanya tersenyum tipis, tidak apa jika keponakannya tidak ingat. Jika dipikir-pikir memang saat Fabio kecil, dirinya terakhir bertemu saat Fabio usia 4 tahun, jadi dia memaklumi itu.
"Jadi gini nak, mama suruh kamu kesini buat bantuin mama masukin Fabio ke sekolah umum. Apa bisa?"
"Bisa aja, ada ijazah sama KK nya kan?"
"Itu yang jadi masalahnya, Fabio sekolah lulus SD aja nggak nak."
Wildan bekerja sebagai operator disekolah jenjang SMA, jadi Yuni pikir dirinya bisa meminta bantuan dari anaknya bungsunya ini.
"Aduh ini mah sulit ma, Wildan nggak berani kalo kayak ginian. Kalo nggak gini aja ma, Fabio suruh home schooling aja." Wildan tidak berani mengambil resiko, kasihan juga nantinya jika Fabio justru yang terkena masalah. Wildan tidak bisa memasukkan Fabio asal-asalan, bisa saja nanti di kemudian hari akan terkena masalah sebab dari sana ada kejanggalan tentang biodata.
Fabio hanya bisa diam, dirinya memang tidak ditakdirkan untuk merasakan bagaimana bisa sekolah pada umumnya seperti yang lain, mendengar penjelasan Wildan, Fabio mau tidak mau memilih home schooling untuk jalan pendidikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfiction"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...