41. Ayo bahagia☆

2.5K 183 1
                                    

Tiga Minggu lebih lamanya Fabio di rumah sakit, dalam waktu itu juga tentu keadaannya sudah mulai membaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga Minggu lebih lamanya Fabio di rumah sakit, dalam waktu itu juga tentu keadaannya sudah mulai membaik. Ia sudah tidak menggunakan bantuan mesin untuk bernapas, tapi ia masih membutuhkan selang NGT yang bertengger manis di salah satu lubang hidungnya, di plester dengan rapi di pipinya, sebab Fabio masih belum nafsu makan.

Kata dokter setelah observasi tadi, ia sudah boleh di pulangkan jika dalam satu Minggu ke depan kondisinya semakin membaik, sebuah berita yang bagus untuk didengar.

"Yo, cepet pulih ya. Biar bisa lulus bareng kita-kita, insyaallah kalo nggak ada halangan kelulusan kita bakal di adain kurang lebih satu bulan lagi, adek kelas yang ikut ekskul juga udah pada latihan dan selama itu lo harus sembuh," celetuk Gio, kini kamar rawat Fabio ramai sebab sebagian dari teman sekelasnya menjenguk, tadi juga ada guru-guru yang ikut menjenguk, namun sudah pulang terlebih dahulu.

Selama di rawat, baru kali pertama Fabio di jenguk teman-teman sekelasnya seperti ini, hal itu mampu membuatnya senang.

"Iya itu bener Yo, lo harus hadir di acara itu, dan juga gue minta maaf soal sikap gue waktu olahraga itu. Maafin gue yang udah mojokin lo waktu itu, untungnya Bapak nyegah lo, kalo nggak... Gue bakal merasa bersalah banget," sesal April. Ia sebenarnya malu untuk menampakkan diri dihadapan Fabio, tapi akan lebih malu lagi jika ia tidak meminta maaf.

Fabio memberikan senyum manisnya, "gue maafin kok, emang harusnya gitu Pril, kalo lo nggak suka terhadap sesuatu lo harus berani bilang. Itu lebih baik daripada di simpen sendiri dan akhirnya jadi dendam." April mengangguk lega, rumor tentang Fabio yang memiliki hati lembut itu benar adanya.

"Ngeliat lo gini gue linu sendiri. Dulu gue pernah retak tangannya, dan itu rasanya sakit banget. Apa lagi lo yang patah dan pasang pen gini Yo, ini masih sakit?" Aska, salah satu teman sekelasnya yang pernah satu kelompok dengan dirinya berujar seraya menunjuk tangan Fabio yang di gips dari atas siku hingga telapak tangannya.

"Kadang masih kumat sakitnya walau di gips dan walau nggak gerak, kaki juga gitu, tapi nggak papa kok, dokter ngasih gue obat pereda nyerinya," jawabnya sembari menatap tangan kanannya yang terluka dan turun pada salah satu kakinya yang berada di tumpukan bantal yang juga mengalami patah.

"Oh iya Yo, perempuan yang nungguin di depan itu ibu lo? Kok nggak masuk aja?" Pertanyaan lain muncul, membuat Fabio mengerut tidak paham siapa perempuan yang di maksud.

"Heh, bukan atuh. Dia mah ibunya Gio," kata April. Saat mereka datang kemari, mereka melihat perempuan yang duduk di depan ruang rawat Fabio.

"Eh, iya tah? Kira gue nyokapnya. Maaf gue nggak tau."

Fabio hanya tersenyum, sementara Gio tahu arti senyuman yang Fabio keluarkan, "yang di bilang Aska bener kok, dia ibu kandung Fabio yang juga ibu tiri gue." Gio hanya tidak mau ada kesalahpahaman lagi kedepannya.

Fabio tampak kaget dengan apa yang di katakan Gio, ia tidak menyangka jika Gio akan jujur di depan teman-temannya yang lain. Bukan itu saja yang masih Fabio pikirkan, selama teman-temannya datang kemari, Fabio mencari satu sosok yang tidak ikut datang, Bagas.

Batas Akhir [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang