Tadinya niat Najwa hanya untuk duduk-duduk saja didepan rumah seraya bermain ponsel, hingga matanya tidak sengaja melihat siluet yang ia kenal, Fabio. Hingga mereka berakhir berdua di lapangan basket yang lumayan jauh dari rumah mereka, Najwa tidak menanyakan mengapa Fabio berada disana, begitu juga sebaliknya Fabio yang diam saja ketika ia tiba-tiba berada disana dan mengagetkan cowok itu.
"Lo kenapa Yo?" Najwa bertanya dengan nada yang sedikit khawatir, bagaimana tidak, Fabio disampingnya merintih sakit seraya memejamkan matanya, dengan ragu Najwa menyentuh tubuh Fabio dan bisa Najwa rasakan tubuh cowok itu bergetar dengan menahan sakit.
"Sakit Wa... Dada gue sakit..." Adunya, jam tangan yang digunakan merespon ketika sang pengguna menghantarkan sinyal tidak baik-baik saja pada detak jantungnya, berbunyi sedikit kencang. Fabio menelan salivanya kasar, bibirnya ia gigit dengan kuat saat ini, sakit yang sama saat ia rasakan saat kambuh, namun tidak membuat Fabio terbiasa akan sakitnya, sakit itu menyiksa.
"Gue harus apa? Lo masih bisa jalan?" Najwa tidak pernah dihadapkan dengan situasi ini, ia bingung akan melakukan apa, selain membantu dengan usahanya sendiri.
Fabio mengangguk kecil, perlahan tubuhnya mulai berdiri menerima uluran tangan Najwa. Cewek itu sendiri tersentak saat kedua kulit mereka bersentuhan, tangan Fabio begitu dingin, wajahnya juga memucat dan keringat dingin keluar dari cowok itu.
"Kayaknya gue nggak kuat Wa... Telpon nenek... Gue mohon..." Tubuh Fabio kembali meluruh ke bawah, tubuhnya sudah lemas dengan sakit yang makin menyiksa, bahkan kini pandangannya sudah mulai berputar-putar, Fabio sudah tidak bisa fokus dengan sekitarnya.
Najwa langsung mencari ponselnya dan dengan cepat menelpon Yuni. Ia dengan nada gugup memberi tahu jika Fabio sedang kesakitan di lapangan basket yang berada di komplek rumah mereka. Setelah menelpon, Najwa menyamakan tingginya dan berusaha membantu Fabio sebisanya.
Sekitar 10 menit kemudian, Yuni datang dengan sang supir yang mendekati mereka. Najwa dapat menangkap raut cemas dari Yuni, wanita itu berlari dan langsung mengambil alih Fabio yang tadi di peluk oleh Najwa. Raut pucat Fabio menjadi hal pertama Yuni lihat, bibir merintih sakit, jangan lupakan dengan tangannya yang memegangi area dimana sakit itu berasal.
"Yo, denger nenek? Tenang ya, kita ke rumah sakit sekarang." Walau tidak mendapatkan respon yang berarti, Yuni tahu Fabio mendengar perkataannya. Dibantu oleh sang supir, Fabio diangkat ke dalam mobil diikuti Yuni dan tak lupa Najwa yang ikut juga.
Najwa hanya bisa meremat kesepuluh jarinya ketika sudah sampai rumah sakit, Fabio langsung dibawa ke ruang UGD sesaat sampai, sementara ia dan Yuni menunggu di kursi tunggu didepan ruangan tersebut.
"Makasih ya Wa, udah nelpon nenek," ujar Yuni mengawali pembicaraan mereka.
"Iya nek, sama-sama. Tapi kenapa Fabio kesakitan kayak gitu?" Jelas Najwa ingin tahu sebenarnya, melihat Fabio kesakitan tentu ada yang tidak beres pada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfiction"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...