"Nggak usah di pikirin paman, Bio cuma asal ngomong hehe, maafin Bio." Melihat keterdiaman Wildan, Fabio cepat-cepat menyangga jika perkataannya itu hanya candaan semata. Fabio juga tidak tahu kenapa bibirnya dengan mulus melontarkan permintaan itu."Bio, paman_
"Nggak-nggak, jangan di bahas lagi, Bio nggak papa."
"Bio... Dengerin paman dulu. Kamu minta bantuan sama paman buat ketemu bunda kamu? Paman bakal bantu kamu." Wildan jelas yakin jika perkataan Fabio tidak asal keluar, pria itu tahu jika Fabio takut ia menolak saat tahu ia diam tadi.
Kepala Fabio yang tadinya sedikit menunduk dengan perlahan mendongak untuk melihat wajah sang paman. Remaja itu bisa merasakan pundaknya di pegang oleh Wildan yang kini tersenyum lembut padanya.
"Paman ngerti banget apa yang kamu rasain, mungkin kita baru aja ketemu beberapa kali, rasanya juga pasti masih canggung 'kan? paman juga belum ngenal kamu lebih banyak. Paman cuma mau lebih deket sama kamu aja Yo, paman mau deket sama keponakan-keponakan paman. Kamu jangan ragu kalo mau minta bantuan, karna kamu nggak sendirian, banyak orang-orang yang akan bantu kamu." Hati Fabio rasanya menghangat, tutur kata Wildan mampu membuat dirinya merasa tidak sendiri.
"Fabio kangen Bunda paman, Fabio cuma mau tau kalo bunda itu masih anggep Fabio anak atau nggak? Fabio nggak mau soudzon, makanya Fabio mau buktiin sendiri," tuturnya, Fabio termasuk anak yang terbuka, tapi juga ada waktunya ia akan memendam jika apa yang terjadi bagian dari rahasianya.
"Paman itu adik bunda kamu, paman yakin kalo bunda kamu punya alasan selama ini. Paman yakin kalo bunda kamu sayang sama kamu."
"Iya paman, Bio tau kalo bunda sayang sama aku. Tapi yang masih tanda tanya sampe sekarang, kenapa bunda tega nitipin aku ke rumah sakit jiwa? Padahal masih ada nenek, paman yang bisa jaga aku, kenapa bunda harus nitipin ke orang lain? Apa bunda berpikir kalo Fabio bakal cuma ngerepotin kalo di titipin ke nenek sama paman?" Pundak tegap remaja itu terasa lemas, masih tanda tanya besar dibenaknya selama ini mengapa Airin membawanya ke sana.
"Paman tau ini berat buat kamu, maafin paman yang nggak tau apa-apa selama ini. Bunda kamu selalu bilang sama paman atau nenek kalo kamu sekolah di luar Bio, paman nggak tau kalo itu cuma bohong."
Fabio kembali ke pikirannya, mengapa Airin berbohong pada semua orang jika selama ini ia sekolah jauh, jangan 'kan sekolah, selama 7 tahun terakhir ini ia seperti burung dalam sangkar, sulit untuk bergerak bebas seperti keinginannya.
"Fabio itu cuma ngerepotin orang-orang disekitarnya paman, Om Satya sama kak Gama aja yang notabenenya orang lain selama ini selalu di repotin Fabio, apalagi keluarga Fabio sendiri? Baru pulang aja waktu itu udah repotin nenek karena Fabio kambuh, belum lagi kemarin di rumah sakit, terus sekarang paman bela-belain masukin aku ke sekolah dan sekarang udah mau minta bantuan untuk ketemu Bunda, Fabio egois banget ya? Nggak bersyukur, Fabio itu beban, selalu rep__
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfic"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...