Dari kecil, Fabio tidak pernah sekalipun protes ataupun mengeluh akan obat yang harus dirinya minum setiap hari, tidak pernah berkata ia lelah dengan sakit yang ia rasakan. Fabio terlihat tidak keberatan akan beban yang ia bawa dipundaknya, ia mengeluh sakit pun itu wajar, semua orangpun pernah merasakan sakit, Fabio tidak pernah sekalipun menyalahkan takdir dengan ber-argumen mengapa ia yang harus di beri penyakit ini? Mengapa ia harus terlahir sakit?
Baginya itu adalah hadiah darinya dari Tuhan, memberikan hal istimewa agar dirinya lebih bisa bersyukur kepada Sang Kuasa. Walau begitu Fabio masihlah manusia yang bisa merasakan bagaimana ingin menyerah, dimana ia sudah tidak kuat akan segala yang terjadi.
"Adek kenapa nangis hmm? Bilang sama bunda coba." Airin menangkup wajah mungil sang anak, menghapus air mata yang mengalir dengan jari jempolnya.
"Hiks... Bunda huhu... Bio nggak mau sekolah hiks hiks... Nggak ada yang mau main sama Bio hiks huhu... Kata mereka nanti Bio nularin virus ke mereka, nanti mereka ikut sakit kayak Bio hiks... Bio nggak mau sekolah..." Kata Fabio kecil dengan parau, kesegukan seraya menangis menceritakan apa yang membuatnya bisa menangis seperti ini tepat sampai rumah, suaranya begitu menyayat hati Airin, wanita itu langsung memeluk sang anak dengan hangat, mulutnya serasa kelu bingung akan menjawab apa.
"Nggak sayang, Bio itu anak baik. Bio nggak akan nularin sakit Bio, mereka bilang gitu karena mereka belum ngerti kalo Fabio itu istimewa. Mereka belum tau kalo Bio itu sekuat iron man, kalo mereka udah tau, pasti mereka mau main sama Bio." Ujarnya berusaha menenangkan sang anak, Fabio itu istimewa, anak serapuh ini tidak pantas mendapatkan kebencian orang-orang.
"Bener gitu bunda? Bio anak baik? Anak kuat?" Tanya Fabio memastikan, wajahnya yang memerah karena menangis terlihat menggemaskan di mata Airin.
"Iya sayang."
"Bunda janji ya, jangan benci Bio kayak temen Bio disekolah." Katanya dengan memperlihatkan jari kelingking untuk tanda janji yang akan dibuat.
Airin tersenyum dan menautkan jari kecil itu diantara jarinya, tersenyum hangat pada anaknya, "bunda nggak akan gitu, karena Bio anak bunda. Bunda janji."
Nyatanya Airin melanggar semua janji-janji yang ia buat sendiri dulu, ia sendiri yang membuat Fabio terluka dengan luka-luka yang berasal darinya. Ia sendiri pelaku atas semua yang terjadi saat ini.
Tungkainya terasa lemas seperti tidak ada tulang yang menahan untuk tegak berdiri, mulutnya menganga lebar dengan tangan yang ia jadikan untuk menutup mulutnya sendiri, menatap tubuh yang tergeletak bersimbah darah didepannya. Udara seperti tidak membiarkan Airin menghirup oksigen yang ada, jantungnya seperti di paksa berhenti begitu saja saat ini.
"F-fabio...?" Sangat pelan suara yang keluar, tangannya bergetar hebat, matanya berkaca-kaca, "Fabio?" Katanya mengulang kata sang sama, lututnya tertekuk dan tersimbuh didekat tubuh yang ia tabrak dengan kencang itu, tangannya bergetar menyentuh tubuh sang anak yang terkulai lemah disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fiksi Penggemar"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...