35. Salah paham☆

1.6K 155 3
                                    

Hari pertama ujian, Fabio semaksimal mungkin sudah mempersiapkan semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari pertama ujian, Fabio semaksimal mungkin sudah mempersiapkan semuanya. Ia belajar dengan giat agar bisa lulus bersama teman-temannya.

"Nggak usah gugup gitu, pasti lo bisa." Gio memberi semangat pada Fabio, mereka fokus pada sekolah mereka dan melupakan sejenak permalasahan mereka yang seutuhnya sama sekali belum terselesaikan.

Fabio bisa bernapas lega ketika ia selesai menyelesaikan ujian di hari pertama, walau mungkin masih banyak soal yang cukup sulit baginya. Hingga hari-hari ujian berikutnya Fabio lewati dengan lancar, walaupun hanya tinggal menunggu pengumuman Fabio beserta yang lain tetap sekolah. Apalagi Fabio beserta Gio dan Najwa tengah menyiapkan kejutan untuk Bagas.

"Gimana persiapan nya, dia nggak curiga sama kita 'kan?" Tanya Najwa, ketiganya berkumpul di roof top sekolah, tempat yang aman bagi mereka. Sementara sang korban sudah pulang terlebih dahulu dan tidak mengetahui apa yang teman-temannya lakukan.

"Nggak, gue sama Bio udah bilang ke temen-temen yang. Mumpung class free, buat pesta di kelas nggak apalah." Najwa memberikan jari jempolnya pada Gio, tidak sabar akan mengerjai kekasihnya itu.

"Kalo gue udah bilang ke Miss Vivi buat bantu kita, kira-kira Bagas nangis nggak ya? Gue nggak yakin dia nangis." Fabio ikut menimpali, jika ia yang dikerjai seperti rencana ini mungkin menangis, namun ia ragu jika Bagas akan menangis nanti.

"Harus dong! Bagas harus nangis, Miss Vivi 'kan galak." Ketiganya tertawa, sudah terlihat jika mereka benar-benar niat mengerjai Bagas kali ini.

"Terus gimana sama dekornya sama kuenya? Gue masih bingung mau beli kue dimana," kata gadis itu menatap penuh pada kedua temannya ini.

"Dekor udah sama Bio, kalo soal kue nanti gue minta mama gue buat, gue jamin rasanya ngunah."

Setelah dirasa sudah cukup dan tidak ada yang perlu dia bicarakan lagi, mereka pun beranjak untuk pulang. Langkah kaki Fabio menekan disaat Airin ternyata menjemput Gio, wanita itu dengan lembut mengecup kening Gio dan menggiring Gio ke dalam mobil, Fabio mendongakkan kepalanya keatas menghalau air yang akan keluar, rasanya kembali sesak.

"Lo kenapa Yo?"

"Nggak, gue nggak papa."

"Lo udah dijemput, gue duluan ya." Mereka berpisah di depan gerbang, karena Najwa tidak bisa pulang bersamanya, ia melambaikan tangannya pada gadis itu dan melangkah masuk ke dalam mobil jemputannya.

"Pak, nanti berenti dulu di toko depan sana ya. Ada yang mau dibeli." Sang supir mengangguk.

Sampai rumah Fabio pulang pukul 4 sore, ia segera mandi dan melaksanakan ibadahnya. Setelah selesai, remaja itu mengecek kembali apa keperluan untuk rencana dan mengambil foto untuk di bagikan ke Najwa dan Gio, tanda ia sudah melaksanakan tugasnya.

Matanya memejam sesaat jantungnya kembali berulah, dengan cepat ia meraih obatnya dan meminumnya perlahan. Sampai kapan ia akan bertahan? Tubuhnya sudah semakin melemah, hanya mengerjakan kegiatan ringan rasanya sudah bisa membuat tubuhnya kelelahan.

Batas Akhir [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang