Yuni tinggal berdua dengan art yang bekerja dirumah berlantai dua itu, sedangkan suami sudah meninggal 10 tahun yang lalu, tadinya ada adik dari Airin yang menemani Yuni tinggal disanal. Tetapi setelah anak bungsunya itu berumah tangga, Wildan, memutuskan untuk tinggal dirumahnya sendiri dan masih sering berkunjung untuk main. Dengan kehadiran Fabio disini bisa membunuh kesepian yang dirasakan Yuni.
"Mbak, masak tumis kangkung sama ikannya di pindang aja ya, buat makan Bio," perintahnya diangguki oleh Sumi, wanita yang bekerja disana.
"Iya siap Bu, apa ada yang mau dibuat selain itu? Kayak gorengan buat temen makan?" Tawar Sumi.
"Nggak itu aja mbak, Bio nggak boleh makan kaya gituan."
"Mas Bio, kayaknya anaknya kalem ya Bu. Baru kali ini liat mas Bio kesini."
Yuni tersenyum, "dulu waktu kecilnya sih nakal kayak Atta, ibu udah lama banget nggak ketemu dia, ada suatu masalah keluarga yang nggak bisa ibu ceritain. Sampe akhirnya hari ini ibu bisa ketemu dia lagi, dan memutuskan merawat Bio disini."
"Maaf Bu kalo mbak sok pingin tau, mbak nggak bermaksud kayak gitu." Sumi merasa tidak enak, pastinya masalah yang maksud besar. Baru pertama kali Sumi melihat Fabio yang tadi masuk digendong oleh supir karena tidur, selama bekerja ia belum melihat cucu dari majikannya kecuali Attaka, anak kecil berumur empat tahun, anak kandung dari Wildan.
"Nggak papa mbak, jadi nanti kalo mau masak ngomong sama ibu dulu ya. Soalnya banyak makanan yang jadi pantangan Bio." Sumi mengangguk, sudah tidak diragukan bagaimana sayangnya Yuni terhadap semua cucunya.
Sedangkan yang menjadi topik pembicaraan tengah menonton TV sendirian, daripada bosen dikamar Fabio memutuskan untuk pergi keluar walau masih lemas. Rasanya masih sedikit aneh, biasanya ia hanya akan berada dalam ruangan yang itu-itu setiap detik, menit, jam. Namun kali ini Fabio sudah bisa melangkah dengan bebas.
"Bio, mbak masih masakin sayur buat kamu, tunggu bentar ya." Yuni duduk disebelah Fabio.
"Nek, Bio boleh liat-liat sekeliling nggak." Izin anak itu, dirinya masih penasaran bagaimana tata letak rumah ini. Rumah Yuni sudah pindah ternyata, tidak di rumah dulu, karena Fabio masih ingat betul rumah neneknya yang dulu, jadi asing baginya.
"Boleh dong, kalo Bio mau kamarnya di atas juga nggak papa. Liat-liat aja dulu."
Setelah mendapatkan izin, Fabio menaiki tangga yang ada, tenaganya yang belum sepenuhnya pulih membuat Fabio berjalan pelan. Menengok kanan kiri meneliti sekitarnya. Matanya tertuju pada salah satu ruangan, Fabio mendekati dan membuka ruangan tersebut, ternyata isinya hanya baju-baju serta koper yang ditata rapih disana, tidak ada apapun selain itu. Fabio menutup kembali pintu tersebut dan beralih ke ruangan lainnya, terdapat 3 ruangan di atas, 1 dikanan dan 2 dikiri.
Diruangan kedua, Fabio dapat lihat ada kasur empuk yang masih baru, terlihat plastik yang melapisi. Hanya ada meja kecil di kanan, kiri kasur itu beserta dua lemari yang permanen menempel ditembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas Akhir [END]✓
Fanfic"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, menyuruhnya untuk menyerah. Lantas apa yang akan Fabio lakukan? Tetap berjuang hingga semesta menerimanya, atau memilih untuk menyerah sepert...