13. Ayah Fabio☆

2.2K 206 24
                                    

"Kak, boleh peluk?" Tidak butuh lama, Fabio sudah memeluk Gama didepannya dengan erat, Fabio suka kehangatan dari Gama yang selalu diberikan, rasanya nyaman hingga Fabio betah mendekap tubuh itu terus-menerus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak, boleh peluk?" Tidak butuh lama, Fabio sudah memeluk Gama didepannya dengan erat, Fabio suka kehangatan dari Gama yang selalu diberikan, rasanya nyaman hingga Fabio betah mendekap tubuh itu terus-menerus.

"Lo bahkan lebih manja dari Naila Yo, kalo dia dipeluk sama gue malah gue yang dapet geplakan dari dia." Gama berkikik geli seraya tangannya mengelus punggung remaja yang memeluknya.

"Biarin kak, gue suka kayak gini. Gue nggak mau jauh-jauh dari lo." Hanya Gama yang tahu sisi manja Fabio, dan hanya pada Gama Fabio menunjukkan sisi manjanya itu. Memang tidak ada darah yang mengalir sama antara keduanya, namun semua itu bukan halangan bagi mereka untuk saling menyayangi.

"Kakak nggak kemana-mana, kalo lo butuh, gue selalu ada buat lo." Walaupun kontrak kerja dalam mengurus Fabio sudah berakhir, hubungan mereka tidak ikut berakhir, Gama akan selalu melindungi Fabio selama yang dia bisa.

"Menurut lo kak, gue harus gimana kedepannya. Lanjut atau berhenti." Fabio mendongak untuk mencari wajah Gama.

"Ikuti kata hatimu Yo, kalo masih bisa lo lanjut, kalo hati lo udah lelah jangan dipaksa, bukan maksudnya nyuruh lo nyerah Yo, lo masih inget perkataan kakak waktu itu, semua yang lo mau belum tentu lo bisa gapai. Apapun kata hati lo, kakak selalu dukung kalo itu baik buat lo." Gama bisa merasakan anggukan pelan Fabio dipelukannya.

"Makasih banyak kak, gue sayang sama lo."

Hening, tidak ada pembicaraan. Gama merasakan tubuh Fabio yang memberat dipelukannya, ternyata anak itu sudah tidur dengan napas teratur. Gama tersenyum tipis dan dengan hati-hati membaringkan tubuh itu di atas bed dan menyelimuti.

"Gue juga sayang lo, dek."

Tanda Gama sadari, sedari tadi Yuni melihat semua itu dari balik kaca kecil yang berada di pintu rawat tersebut, Yuni melihat semua perlakuan tulus Gama, namun Yuni tidak mendengar jelas pembicaraan mereka karena terhalang pintu.

"Makasih banyak ya Gama," kata Yuni mendekat dan mengelus pundak Gama hingga pemuda tersebut membalasnya dengan senyuman hangat.

"Kita bicara sebentar, boleh?" Gama mengangguk dan mengikuti langkah Yuni yang keluar dari kamar rawat Fabio, langkah Yuni membawanya ke sebuah kantin rumah sakit.

"Kamu pesen aja yang kamu mau, nggak ada penolakan." Gama hanya bisa menurut dan memesan makanan yang sama dengan Yuni.

"Tadi nenek nggak sengaja liat kalian, nenek liat Fabio nyaman banget kalo sama kamu. Nenek cuma pingin tau, apa yang buat kamu peduli sama Fabio."

"Kalo itu, aku nggak ada asalan buat peduli sama Fabio nek, perasaan sayang aku ke dia ngalir gitu aja, tapi kedekatan aku sama Fabio nggak langsung deket gitu aja. Dulu pertama aku kerja dan ketemu Fabio, dia takut sama aku dan nggak mau aku deketin, kata dokter Satya, Fabio kayak gitu karena perawat yang dulu-dulu nggak bersikap baik sama dia, aku nggak tau jelasnya sikap mereka ke Fabio gimana.

Dari situ aku ganti cara aku deketin dia secara perlahan dan selalu kasih dia perhatian dikit demi sedikit, dalam 2 bulan lamanya kita baru bisa deket dan saling terbuka satu sama lain, Fabio mulai berubah jadi anak yang terbuka sama orang lain selain aku, Fabio juga nggak sungkan buat cerita apa yang dia rasain setiap harinya, salah satunya dia mau pulang ketemu bundanya." Gama menceritakan bagaimana kedekatan Fabio di mulai.

Dulu Fabio selalu marah dan menuduh Gama yang tidak-tidak, misalnya Gama hanya pura-pura peduli dengannya dan berujung pergi karena tidak betah mengurus nya, Gama tahu ketakutan Fabio, mengerti dan tetap sabar hingga Fabio menerimanya.

Bukan Fabio saja yang merasa rindu walau baru 1 Minggu lamanya tidak bertemu Gama, Gama juga merasakan hal yang sama, rasanya berbeda ketika biasanya Gama yang selalu menemani Fabio tiap harinya, kini tidak lagi, tetapi mereka juga tidak bisa bersama terus-menerus, Fabio punya keluarga, begitu juga dengan Gama. Setiap pertemuan pastinya ada perpisahan 'kan?

"Soal ketemu bundanya, nenek juga bingung harus gimana Gama. Nenek sebenarnya mau banget bawa Fabio ketemu sama bundanya, tapi nenek juga nggak mau Fabio sakit hati kalo bundanya nggak peduli sama dia, nenek bingung sampai kapan nenek harus bohong sama Fabio."

"Kalo boleh tau nek, ayah Fabio dimana?" Tanya Gama, jika Yuni tahu ibu Fabio, bagaimana dengan ayah anak itu? Pasalnya Gama masih ingat betul apa yang diceritakan Fabio tadi padanya.

"Kamu belum tau yang sebenarnya ternyata? Apa Satya nggak pernah cerita sama kamu?" Gama mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Aku nggak ngerti apa maksud nenek."

Yuni hanya tersenyum tipis sebelum menjawab. "Apa kamu nggak heran kenapa Satya mau nerima gitu aja buat ngurus Fabio dibantu kamu disana selama ini? Coba kamu pikir Gama, orang mana yang mau merawat anak orang lain gitu aja? Harus perhatiin setiap hari, jaga dia dengan baik, kalo nggak ada apa-apa dibalik itu semua."

"Maksudnya gimana nek?" Gama dan Satya tidak sedeket apa yang terlihat, mereka jarang berinteraksi kecuali membahas Fabio, Satya juga termasuk orang yang kaku terhadapnya.

"Sebelumnya nenek mau ceritain ini ke kamu karena nenek percaya sama kamu Gama, jadi tolong jaga ini baik-baik ya...

Satya itu ayah kandung Fabio, ayah biologis Fabio."

Gama bergeming, mencerna kata yang masuk barusan, fakta mengejutkan apa yang barusan dia dengar? Dia tidak salah 'kan?. Satya ayah Fabio? Bagaimana bisa itu terjadi? Ini sungguh tidak bisa dipercaya.

"Sudah nenek duga kamu bakal terkejut Gama, tapi itu adalah faktanya, Satya Artama adalah ayah Fabio."

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC...

[]

Lampung, 10072022

Batas Akhir [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang