Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seperti apa yang Lisa inginkan, kini Jaevin tengah melintasi jalanan menuju tempat tinggalnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan tanya bagaimana keadaan hatinya sekarang.
Pertama, takut.
Kedua, sedih.
Dan ketiga, gabungan dari pertama dan kedua.
Napasnya bahkan tak beraturan, seolah ini adalah kali terakhir ia pergi mengantarkan gadis itu pulang. Ia merasakan Lisa kini menyentuh salah sebelah bahunya.
"Kok tumben pelan-pelan?"
Jaevin memejamkan matanya, bahkan Lisa bertanya seolah tidak mengetahui bagaimana takutnya cowok itu jika ia meninggalkannya.
Baiklah, sebut saja ini kesempatan terakhir. Tak masalah kan jika Jaevin sedikit berbuat nekat?
"J-jae... Kamu---"
"Peluk aku sebentar aja, Sa. Aku takut setelah ini aku ga bisa ketemu kamu lagi. Jadi, please... Peluk aku sekali lagi!"
Tanpa berniat melepaskan, Jaevin terus menahan sebelah tangan Lisa agar melingkari perutnya. Awalnya itu terasa kaku, hingga akhirnya Jaevin bisa merasakan jika jemari Lisa menekan lembut di sana. Jaevin pun bernapas lega, lalu mengusap lembut punggung tangan Lisa, sebelum kembali memegang stang kemudi.
Sore ini tak begitu panas. Itu membuatnya bersyukur, karena ia tidak akan membuat gadis itu kepanasan jika berkendara sedikit lamban.
Di liriknya lagi tangan yang tengah melingkari perutnya, hanya untuk memastikan sesuatu. Hingga akhirnya ia kembali tersenyum, melihat gelang pemberiannya masih terpasang cantik di pergelangan tangan Lisa.
Setidaknya itu sedikit menenangkan. Ia harap Lisa tidak akan pernah melepaskannya, sekali pun nanti Lisa tak berniat menemuinya lagi. Ya, dengan begitu Jaevin bisa merasakan jika jiwa mereka dekat. Tak apa jika hanya gelang itu saja yang bisa bertahan di dekat gadis itu.
