12aug2022;friday
.
.
____________________________________________
Panik tak bisa mendobrak pintu kamar Jaevin, tiba-tiba mbak Mia datang ikut menghampiri majikannya.
"Pak, ini kunci cadangan kamar mas Jaevin." Ucapnya, sambil menyerahkan sebuah kunci kepada Pak Andra---ayah Jaevin.
"Makasih, mbak."
Sosok pria paruh baya itu lantas cepat membuka kamar putra tunggalnya. Ia kemudian mencari sumber keributan yang terjadi di sana, dan jelas itu dari arah kamar mandi.
Terlihat jika putranya tengah berulang kali membenamkan wajah anak tirinya ke dalam bak mandi.
"Oc---" Istrinya hampir saja memekik, kalau saja Pak Andra tak cepat membungkam mulutnya. "Mending kamu nunggu di luar aja."
Setelah mengucapkan itu pada istrinya, Pak Andra cepat bergegas menghampiri putranya yang terlihat masih kesetanan, hingga kemudian ia membalikkan Jaevin dari arah belakang.
Plak!
Satu tamparan keras menghantam pipi tirus itu.
Untuk pertama kalinya.
Seumur hidup.
Jaevin baru kali ini merasakan pukulan tangan ayahnya. Tak cukup sekali, bahkan pria paruh baya itu kembali menimpali tamparannya dengan sebuah tinjuan keras.
"Mau jadi pembunuh kamu? Ha?!"
Seolah abai dengan luka lain di wajah Jaevin, Pak Andra kini kembali menarik kerah baju putranya.
"KAMU ITU DI BESARIN BUAT JADI MANUSIA, BUKAN IBLIS!!!"
Setitik genangan muncul di wajah tampan Jaevin. Bukan perkara tamparan ayahnya, tapi ini tentang luka di masa lalunya yang bahkan belum sembuh hingga sekarang.
Tentang kehidupannya yang berantakan, keluarganya yang terpecah belah, dan ibu kandung yang ia lihat bunuh diri di depan matanya sendiri.
Tidak, luka itu benar-benar tak bisa sembuh. Sekalipun sembuh, bekasnya tak akan pernah hilang bahkan mungkin sampai ia mati nanti.
Lelah dengan segalanya, Jaevin lantas melepas tangan ayahnya dari kerah bajunya.
"Lo ga sadar?"
Kini Jaevin yang beralih memekik pada sang ayah.
"LO SENDIRI YANG BIKIN HIDUP GUA BERANTAKAN!!!"
Pyarrr!
Pintu kamar mandi baru saja di tendang kuat hingga terlepas dan meninggalkan pecahan kaca di lantai kamar.