Double up!
.
.
___________________________________________
"Mulai hari ini, kamu pergi sekolah papa anter, pulang juga papa yang bakal jemput sendiri."
Tak ada sahutan, Lisa hanya diam sambil mengaduk menu sarapannya.
"Kamu itu lupa apa gimana? Kenzo bahkan belum genap seribu hari meninggal, Lisa! Udah ngerasa sebebas itu?"
Lenguhan terhela kemudian, jelas saja Lisa lelah. Bahkan sejak kemarin malam saat sesi makan bersama seperti ini Lisa terus menerus mendengar nasihat-nasihat yang sama.
"Laki-laki mana yang bawa anak orang ga pake pamit? Asal nge-jemput di pinggir jalan? Apalagi sampe nekat bawa kamu main kerumahnya. Ga bertanggung ja---"
"Emangnya kalo dia pamit, papa bakal ngizinin?"
Sekejap setelahnya, seluruh kegiatan di meja makan itu terhenti. Semua orang diam, dengan tatapan mata yang menatap Lisa terkejut. Tak biasanya, anak bungsu di rumah itu menyela saat di beri nasihat oleh orang tuanya.
"Kamu sadar gak, barusan kamu ngapain?" Kini suara ayahnya kembali mengudara. Lisa hanya diam, kembali fokus pada makanannya. "Kamu barusan berani loh nyela omongan papa. Pengaruh apa yang di tularin anak itu ke kamu sampe kamu berani ngejawab kaya gitu?"
Lisa sebenarnya jengah, tapi kali ini ia berusaha diam dan tak ingin menyela lagi.
"Pokoknya, siapapun yang ngizinin dia pergi sama anak kurang tata krama itu, papa juga akan anggep dia ngelakuin hal yang sama kurang ajarnya kayak Lisa."
Lisa menghela napas, terus terang saja gelar itu menyakitinya.
"Mulai sekarang, kamu ga boleh kemana-mana, apapun alasannya. Tugas kelompok atau apapun, minta temen kamu yang dateng ke rumah. Papa juga akan minta izin sama sekolah kamu kalau kamu gaakan bisa ikut kegiatan apapun di sekolah di luar jam belajar!"
Rasanya semakin lama segalanya semakin membuatnya sesak. Lisa semakin tertunduk sendu.
"Ngawur bikin anak orang kurang ajar kayak gini, kayak gitu mau di jadiin pendamping!"