enam

52.5K 4.9K 66
                                    

Gagalnya perjodohan antara aku dan Kak Roby membuat grup kembali berisik. Ajeng yang paling gencar memberi berbagai macam solusi. Mulai dari menyodorkan kenalannya. Tapi, aku terlanjut kapok akibat ulah Sofia.

Tidak menyerah, Ajeng kembali menyarankan menerima salah satu teman sekelasku yang dulunya memang pernah menyukaiku. Sayangnya, bukan hanya aku yang menolak tapi juga semua penghuni grup.

Sampai akhirnya Ajeng menyuruhku mencari laki-laki diaplikasi dating. Katanya, laki-laki yang direkomendasikan juga radiusnya tidak akan jauh dari tempatku tinggal. Sejujurnya aku agak ragu karena aplikasi dating semacam itu kebanyakan disalahgunakan oleh orang-orang sangean. Sekadar cari teman bobo.

Namun dukungan dari Sofia dan Malika sedikit demi sedikit menghilangkan keraguanku. Apalagi Ajeng memberiku saran agar bertemu di tempat yang ramai demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dan, mereka berhasil.

Aku mengunduh aplikasi dating yang disarankan Ajeng. Tidak butuh waktu lama hingga aku menemukan laki-laki yang menarik perhatianku. Namanya Rian, usia 24 tahun. Kulitnya putih jika dibandingkan dengan kulit laki-laki Indonesia kebanyakan, entah itu asli atau filter. Senyumnya manis hingga meninggalkan kesan ramah, alisnya tebal, dan dia tampak terawat.

Oh! Kami match!

Hampir saja jeritan lolos dari mulutku saat sebuah pesan masuk. Dari laki-laki itu, emm mungkin mulai sekarang aku boleh memanggilnya Mas Rian. Oke, aku harus membalas pesan Mas Rian.

Mas Rian
Hai, Dayana

Juwi
Call me Juwi

Mas Rian
Juwi? Wow, nama kamu cantik dan beda dari yang lain.

Benar kata Mas Hady. Semuanya terasa baik-baik saja jika sejak awal ada perasaan tertarik. Apa yang barusan dikatakan Mas Rian kuanggap masuk kategori gombalan tapi aku justru tersipu malu. Sangat berbeda dengan Kak Roby.

Interaksi kami akhirnya berlanjut hingga hari keempat. Dan jujur, aku nyaman dan suka-suka saja menerima pesan dari Mas Rian. Dia sering memberikan perhatian-perhatian kecil dan juga lumayan humoris. Tapi, ada yang satu yang membuatku makin tertarik.

Yaitu, suaranya.

Dalam empat hari interaksi intens, Mas Rian sudah dua kali bernyanyi diiringi petikan gitar untukku. Gimana enggak mleyot nih anak perawan coba!

Maka, saat Mas Rian mengajak bertemu. Aku langsung mengiakan. Tenang, Mas Rian tidak mengajakku ke tempat sunyi—hotel misalnya. Aku bahkan tidak sabar bertemu dengannya.

Setelah sejam lebih berkutat di depan cermin, aku akhirnya selesai. Tinggal menyemprotkan parfum di pergelangan tangan, belakang telinga, ketiak, leher, pokoknya seluruh badan biar wanginya bisa tercium dalam jarak berpuluh meter.

Aku harus meninggalkan kesan mendalam di pertemuan pertama kami.

“Kamu pake parfum berapa botol?” tanya Mas Hady saat kami berpapasan di teras.

Kakiku berhenti berayun lalu menoleh sengit. Kulihat Mas Hady menutup hidungnya dengan kenyitan dalam.

“Ini tuh bau badan aku, Mas. Bukan parfum,” kataku sambil mengibaskan rambut.

Mas Hady tertawa geli. “Wow!”

“Kenapa sih, Mas? Bikin badmood aja!”

“Ju, kalau kamu niat ketemu orang beberapa jam ke depan. Mending kamu ganti baju daripada orang itu sakit kepala.”

“Emang cowok enggak suka cewek wangi?” tanyaku serius. Pendapat Mas Hady patut dipertimbangkan. Dia kan cowok.

“Gebetan baru?”

Movember [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang