Gengs, part ini yang kalian tunggu-tunggu hahahahaaaa 👍
Happy reading❤️
📷 📷 📷
“Jadi, kamu nangis karena laki-laki itu lagi?”
Sambil menikmati es krimku dengan mata sembap, aku mengangguk. Aku sudah menceritakan semuanya pada Mas Hady, sedetail-detailnya.
“Kamu punya pacar, tapi malah nangisin cowok lain.”
Aku menoleh ke arah Mas Hady yang duduk di ayunan sebelahku. “Siapa?”
“Adit, kan?” Mas Hady mengernyit. “Lain lagi?”
Aduh! Aku lupa. Gara-gara Farraz aku jadi lupa pernah mengaku punya pacar ke Mas Hady. Aku mengalihkan pandangan lalu berdeham. Kayaknya aku tidak bisa terus bohong, mau berkilah juga susah. “Aku enggak pernah pacaran sama Adit, Mas. Sori,” cicitku.
Hening. Tidak ada sahutan dari Mas Hady. Aku penasaran, tapi takut menoleh ke arahnya.
“Ah, jadi aku dibohongin?”
“Mas juga kok bisa-bisanya percaya-percaya aja,” balasku mempertahankan mataku pada es krim yang kupegang.
“Aku selalu percaya sama kamu.”
Suara Mas Hady memang amat pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Bahkan sangat jelas sampai tubuhku mematung. Kayaknya Mas Hady ketularan aku, dia jadi blak-blakan.
Cukup lama saling diam, Mas Hady kembali memulai. “Kamu kenapa enggak pacaran sama Adit. Dia kan suka sama kamu.”
“Nyaman sendiri,” jawabku asal lalu menghabiskan es krimku. Nyaman apanya? Aku kan tolak Adit karena suka sama Mas Hady. Haa, diriku diriku. Kamu kok penuh dengan dusta.
“Jadi, kalau ada yang deketin enggak mau?” tanya Mas Hady.
Jantungku menggila karena tahu ke mana arah pembahasan Mas Hady. Namun aku berusaha untuk tetap tenang menjawabnya. “Tergantung.”
“Tergantung apa?”
“Dia ganteng apa enggak.”
“Kalau aku?”
Aku menoleh. Kalau diperhatikan, mukanya Mas Hady normal kok. Enggak kelihatan mabuk. Tapi mulutnya malam ini kenapa tidak dipasang saringan? “Mas masih suka sama aku?”
Mas Hady mengulas senyum tipis. “Iya.”
Woi, bro. Saya ini jarang olahraga, kalau jantung saya dipaksa memompa lebih cepat dari biasanya, bisa-bisa saya mati di tempat. Aku mengalihkan pandangan, memejamkan mata untuk menenangkan diri. Tarik napas, buang. Tarik napas lagi, buang. Oke, cukup. Aku kembali menatapnya. “Kenapa?”
“Kamu apa adanya. Enggak jaim,” jawab Mas Hady cepat, seakan jawaban itu sudah dicatat dan dihafalkan jauh-jauh hari.
“Itu karena aku enggak lihat Mas sebagai cowok, makanya enggak jaim.”
Mas Hady mendengus. “Di mata kamu aku itu apa? Kentang?”
Wih! Mas Hady bisa bercanda juga ternyata. Walau agak garing, tapi bolehlah untuk pemula. Aku menggeleng. “Maksudnya, aku anggap Mas kakak bukan laki-laki yang bisa dipacarin, gitu.”
“Aku bukan kakak kamu,” kata Mas Hady sambil mengambil stik es krim di tanganku lalu melemparnya ke tong sampah.
Iya, aku tahu Mas Hady bukan kakak kandungku. Tapi perlakuan Bunda dan Papa pada Mas Hady, membuatku tanpa sadar ikut menjadikannya sosok seorang kakak selama bertahun-tahun. Namun anehnya, sosok itu jadi mengabur ketika perasaanku berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Movember [TAMAT]
ChickLitDibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan kakak temannya, mencari diaplikasi dating, sampai salah satu temannya menyarankan Juwi mempertimban...