Maaf aku lupa upload😭😭
Happy reading❤️
📷 📷 📷
Cuy, gue gagal sama Rian sialan
Tidak sampai lima menit setelah pesan terkirim, Ajeng melakukan vc grup. Sambil berbaring dengan muka bantalnya, Ajeng memenuhi salah satu kotak dilayar ponselku. Malika muncul kemudian disusul Sofia. Sayangnya Dilla tak kunjung bergabung.
“Pasti Mas Rian ilfeel kan sama lo?” tuduh Ajeng tanpa tedeng aling-aling.
Aku menaruh ponselku di meja dan menjadikan kotak tisu sebagai penyangga. Sedangkan aku duduk melantai, bersandar di kaki kursi. “Mulutnya kurang ajar, ya.”
“Kayaknya dia ngerusakin barangnya Mas Rian, makanya ditinggal,” tuduhan kedua datang dari Malika yang tengah menyuapkan mie ke dalam mulutnya.
Ajeng mendekatkan ponselnya sampai tinggal bibirnya yang kelihatan. “Atau Juwi yang ngerusakin Mas Rian.”
Sofia yang bersantai diranjangnya bersuara. “Ini nih, kalian tuh enggak ngerti. Lihatlah. Juwi yang tadinya manggil tuh cowok Mas berubah jadi Rian sialan. Berarti yang bermasalah si sialan itu.”
Aku menjentikkan jari. Akhirnya ada yang memahamiku. “Tumben bener. Btw, makasih loh adiknya Kak Roby.”
“Dia apain lo, Ju?” tanya Sofia.
“Dia ternyata punya cewek,” jawabku.
Secara bersamaan mata ketiga orang ini melotot. Sendok Malika berhenti di udara lalu Ajeng dan Sofia bangkit dari posisi nyamannya.
“What the f*ck!” umpat Ajeng. Kalau Dilla tidak ada, Ajeng memang susah mengontrol mulutnya.
“Muka charming begitu, Ju?” tanya Sofia.
“Jadi lo pelakor? Wah, parah lu!” Malika mendecakkan lidah.
“Eh item, diem lu!” balasku. Ini bukan body shaming, ya. Aslinya Malika itu punya kulit putih, tapi karena namanya dia sering dipanggil si hitam.
“Cerita dong gimana lu bisa tau,” desak Ajeng.
“Pas gue ke kafe. Ceweknya tiba-tiba dateng, nyiram muka si sialan pake latte.”
“Sinetron banget,” gumam Sofia.
“Iya, kan?”
“Terus, Ju.” Ajeng agak tidak sabaran, ya.
“Si Rian bilang, bukannya kamu balik ke Jakarta?” jawabku berusaha mengikuti cara bicara Si Rian sialan.
“Oh, mereka LDR!” seru Ajeng.
Aku mengangguk. “Terus si ceweknya ngomong, biar kamu bisa selingkuh sama dia? Sambil nunjuk gue.”
“Terus, terus.”
“Ya, gue bilang aja mana gue tau dia punya pacar. Eh, gue dijambak dong.”
Malika tertawa puas sambil memukul-mukul meja. “Terus.”
“Gue jambak balik, lah! Gila aja gue cuman diem.”
“Malu-maluin lu, Ju.” Malika tertawa lagi sambil geleng-geleng. Sepertinya dia sudah lupa dengan mie-nya.
“Si Rian ngapain? Nontonin lo doang?” tanya Sofia.
“Iya, dia cuman bilang ‘Beb, lepasin. Malu diliat orang’.”
“Ihh, parah.”
“Jangan bilang yang lerai kalian polisi,” tebak Ajeng.
“Ada, tetangga gue. Kebetulan ada di sana juga.”
Baru juga disebut, Mas Hady dengan santainya lewat di belakangku. Lalu ikut duduk melantai di sebelahku dan membuka laptopnya.
Sejak sore, Mas Hady memang ada di sini. Bunda memaksa datang untuk makan malam bersama karena dari kemarin Mas Hady tidak datang. Kekhawatiran Bunda itu terkadang memang agak berlebihan. Maksudku, Mas Hady itu laki-laki dewasa banget, punya pekerjaan, dan mandiri. Dia bukan kucing rumahan yang tidak tahu mencari makan sendiri.
Aku saja yang tinggal jauh Bunda tidak segitu. Aku memicing sinis ke arah Mas Hady. Si anak bungsu malah kalah pamor dari tetangga depan rumah. Cih!
“Ju, kayaknya tadi gue lihat cowok ganteng banget lewat.” Ajeng bersuara cukup keras.
“Gue juga liat, Jeng,” tambah Sofia.
Mereka itu memang tidak beda jauh dariku, matanya tajam kalau menyangkut pria tampan. Tapi, Mas Hady.. tampan sih cuman aku sudah bosan mungkin melihatnya makanya kadar ketampanannya jadi berkurang.
Mas Hady berdeham dengan senyum yang berusaha dia sembunyikan. Pasti dia sadar kalau yang Ajeng maksud barusan itu dia. Aku merebut eaphone-nya dan menancapkannya di ponselku. Dia tidak boleh dengar percakapan kami.
Apalagi kalau sampai tiga perempuan gatal ini memuji-mujinya lagi.
“Itu tetangga gue,” kataku agak pelan.
“Jadi dia yang lerai lo?” tanya Ajeng semangat.
“Ho’oh.”
“Kok lu enggak pernah cerita punya kenalan ganteng, Ju,” bisik Malika diakhiri kekekan.
“Ganteng dari mana?” Aku melirik Mas Hady dengan bibir kiri atas terangkat. Sementara Mas Hady tampak tidak peduli, perhatian hanya tercurah pada layar laptopnya.
“Wah, matanya nih anak rusak.” Sofia menggeleng prihatin.
“Dia punya pacar?” sela Ajeng.
“Enggak ada kayaknya.”
Malika bertanya. “Terus kenapa ada di rumah lo?”
“Emang sering ke sini,” jawabku malas. Niatku menghubungi mereka kan untuk menyampaikan progres, kenapa malah bahas Mas Hady!
“Ju! Gue main ke Bandung, ya!” teriak Ajeng tiba-tiba.
Untung aku tidak menyumpal kedua telingaku dengan earphone. Aku bisa budek mendadak karena Ajeng.
“Gatal,” ujar Sofia.
Aku menggeleng. “Enggak! Ribet kalau lo dateng.”
“Ju! Jangan gitu dong!” Ajeng tidak terima.
“Ju, kenapa lu enggak sama dia aja?” Tanpa memedulikan protes Ajeng, Malika malah menanyakan hal lain.
“Hah?”
“Iya juga, ya. Lo cari yang jauh, ternyata ada yang deket,” sambung Sofia.
“Kenapa gitu?” tanyaku.
“Jangan, Ju. Buat gue aja!” sela Ajeng.
“Petakilan, berisik, kayak lu mending cari cowok yang keliatan tenang,” balas Malika.
Ini kedua kalinya ada yang menyarankan aku dan Mas Hady menjalin hubungan. Pertama Amel dan kali ini Malika. Aku tahu kami memang dekat tapi aneh saja kalau sampai pacaran. Kak Uta saja yang jelas-jelas dekat dari SMP sampai sekarang, ketemu di sekolah, ketemu lagi di rumah, kenapa tidak pacaran? Iya, kan?
Aku melepas earphone lalu menoleh ke arah Mas Hady dengan menopang sisi kanan wajahku menggunakan tangan. Kalau boleh jujur, Mas Hady lebih tampan dari Farraz. Baik juga—kadang-kadang, mapan, otaknya encer. Cocok untukku jika berniat memperbaiki keturunan.
Apa aku coba pertimbangkan Mas Hady?
Mas Hady menoleh, balas menatapku. “Apa?”
“Mas, mau enggak jadi pacar aku?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Movember [TAMAT]
ChickLitDibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan kakak temannya, mencari diaplikasi dating, sampai salah satu temannya menyarankan Juwi mempertimban...