Happy reading❤️
📷 📷 📷
Mas Hady melangkah ringan menyusulku menaiki tangga. Setelah Mas Hady berada di sebelahku, aku kembali menunduk memerhatikan anak tangga yang kupijak. Aku sadar dengan kecerobohanku, makanya aku mesti hati-hati.
“Udah selesai?” tanyaku basa-basi. Ya iyalah udah selesai! Tidak mungkin Mas Hady menyusulku sementara pekerjaannya belum selesai.
“Iya, aku cuma bantu sedikit tadi.”
Sampai di lantai dua, aku langsung merapatkan diri ke tembok pembatas setinggi perutku. Melihat suasana lapangan secara keseluruhan dari atas lalu melanjutkan langkahku menuju barisan kelas.
“Mau ke mana?” tanya Mas Hady yang setia ikut di sebelahku.
“Keliling aja, nostalgia masa SMA, Mas. Tiba-tiba kangen serunya pas ada jam kosong. Jajan ke kantin atau sengaja lewat di depan kelas cowok-cowok ganteng walaupun jalannya jadi muter,” jawabku lalu memasuki satu kelas dan duduk di bangku dekat pintu. Ujung bibirku melengkung saat mengamati seisi ruangan kelas.
Mas Hady bersedekap lalu menyandarkan bahu kirinya di daun pintu. “Lihat cowok ganteng? Bukannya kamu pacaran sama Farraz dari SMP?”
Aku mengikutinya melipat tangan di depan dada dan mengangkat dagu menantang. “Mas, aku kan cuma lirik-lirik dikit. Enggak ada niat selingkuh. Mas kayak enggak jelalatan aja kalau ada cewek cantik.”
Menurutku, tidak ada yang salah dengan tertarik karena fisik. Karena hal pertama yang bisa dilihat dan dinilai, ya fisik. Tidak mungkin hanya lewat tatapan mata, semua sifat seseorang bisa diketahui, kan?
Mas Hady tersenyum geli. “Enggak, ya.”
Aku mencibir. “Halah, dikira aku percaya.”
“Aku juga enggak minta kamu percaya.”
“Jadi, kepercayaan aku enggak berharga buat kamu, Mas?” Aku memasang ekspresi sedih mendalam seakan-akan aku adalah pihak yang paling teraniaya.
Mas Hady menggaruk pelipisnya yang kutebak sama sekali tidak gatal. Sudah kuduga reaksi Mas Hady akan seperti apa. Lelucon aktingku tidak bisa Mas Hady balas. “Ju, kamu enggak mau coba ikut casting? Kayaknya kamu lumayan bakat.”
Aku menghela napas, berhenti main sinetron-sinetron dengannya. “Pernah kepikiran, apalagi aku cantik, ya, kan, Mas? Sekarang kan yang penting good looking dulu.”
Mas Hady cuma mengangguk sambil menahan senyum.
“Tapi setelah aku pikir-pikir, aku enggak bakal kuat kalau suatu hari dapat bully-an dari netizen. Mereka enggak perlu tau kebenarannya, yang penting bully aja dulu.”
Mas Hady tidak menyahut. Matanya fokus padaku selama beberapa detik. Alisku terangkat, mempertanyakan lewat tatapan mata apa ada yang salah di mukaku?
“Aku rasa, aku juga enggak akan kuat,” ucap Mas Hady pelan, nyaris seperti bisikan. Tapi telingaku menangkap jelas setiap katanya dalam keadaan sekitar yang memang hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Movember [TAMAT]
Genç Kız EdebiyatıDibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan kakak temannya, mencari diaplikasi dating, sampai salah satu temannya menyarankan Juwi mempertimban...