duapuluh tiga (2)

41.6K 5.6K 269
                                    

Mereka sampai di rumah hampir jam dua. Hebatnya wajah mereka sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Malahan Ajeng dan Malika masih mampu meladeni Bunda bercerita sembari makan. Sofia beda lagi. Dia lebih banyak diam, jawab ketika ditanya, dan sesekali menimpali.

Bagi Ajeng dan Malika—aku juga termasuk sih, dekat dan akrab dengan orang baru itu hal mudah. Apalagi kalau lawannya kayak Bunda yang memang cerewet dan banyak tanya. Sekarang tahu kan aku nurun dari siapa.

Meski mengaku tidak lelah, aku tetap meminta mereka beristirahat sebentar. Sekadar meluruskan punggung sambil berbagi cerita. Setelah dirasa cukup, kami pun bersiap-siap.

“Ju, gue manggil kakak-kakakan lo itu apa? Aa, Kak, Mas atau Akang?” tanya Ajeng saat kami duduk di ruang depan menunggu Mas Hady.

“Tuan,” celetuk Sofia namun fokusnya ada dilayar ponselnya.

Malika tertawa keras, lebih ke arah mengejek sebenarnya. “Tuan Hady, apakah kita bisa berangkat sekarang?”

“Iya babu Ajeng, bergegaslah!” lanjut Malika dengan suara sengaja diberat-beratkan.

Malika melanjutkan tawanya hingga membuat Ajeng menerjangnya karena kesal. Aku dan Sofia tidak tertarik melerai mereka, yang ada kamera ponsel kami sudah mengambil beberapa gambar.

Dari pintu yang dibiarkan terbuka, aku melihat Mas Hady keluar dari rumahnya. “Eh, Mas Hady jalan ke sini.”

Ajeng lebih dulu menjauh dari Malika dan buru-buru memperbaiki penampilannya. Terkhusus rambutnya yang agak berantakan.

“Ju, lu belum jawab!” todong Ajeng tiba-tiba.

“Jawab apa?”

“Gue manggilnya apa?”

Astaga, perkara panggilan aja ribetnya minta ampun. “Mas aja. Dia bukan orang Sunda.”

“Oh, oke.”

Kuakui, Mas Hady dan pakaian santai adalah perpaduan yang sangat cocok.  Sehari-hari Mas Hady ke studio juga termasuk santai sebenarnya, tapi entah kenapa kali ini ada yang beda. Apa, ya?

Mas Hady berhenti diambang pintu. “Udah siap?”

Ah, rambutnya! Poninya turun cuy! Sekali lagi, aku kadang mendapati poninya turun tapi kali ini tampannya naik satu tingkat. Eh, dua tingkat deh. Jangan-jangan Mas Hady tampil maksimal karena bertemu temanku?

 Jangan-jangan Mas Hady tampil maksimal karena bertemu temanku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Udah, Mas,” sahutku.

Ajeng bangkit, menghampiri Mas Hady. “Ajeng, Mas.”

Mas Hady tersenyum sambil menyambut uluran tangan Ajeng. “Hady.”

Aku ikut berdiri bersama Sofia ketika Malika menghampiri Mas Hady dan memperkenalkan diri. “Malika.”

“Sofia.”

Movember [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang