lima belas

45.8K 5.2K 92
                                    

Aku balik wan-kawan, ehehee😅
Malam ini aku up tiga chapter👍

Happy reading❤️




📷 📷 📷





Semalam aku mempertimbangkan Mas Hady sebagai pacar pura-puraku. Nanggung, kan. Farraz sudah melihatku gandengan sama Mas Hady, jadi sekalian saja. Dia juga orang yang kukenal baik, aku tidak perlu khawatir dengan pribadinya.

Untuk menekankan bahwa aku benar-benar menemukan laki-laki lain, aku bisa mengunggah foto bersama Mas Hady. Jika ada yang bertanya, ya akan kujawab Mas Hady adalah pacarku. Secara otomatis, kabar itu akan terbang dengan sendirinya dan sampai ke telinga Farraz.

Ide itu kupikirkan hingga pukul dua pagi. Akibatnya aku bangun kesiangan dan menerima ocehan Bunda sebagai alarm. Seakan belum cukup, aku yang baru saja selesai mencuci muka disuruh membawa lauk ke rumah Mas Hady.

Aku ingin sekali menolak, tapi waktunya tidak pas. Bunda sedang uring-uringan dan penolakanku hanya akan menambah kekesalannya. Setelah menandaskan air dalam sekali teguk, aku segera pamit.

Dengan langkah gontai, aku menyeberang menuju rumah Mas Hady. Sebelum memasuki pekarangan, mataku sempat terpaku pada mobil putih yang terparkir di pinggir jalan. Tamu Mas Hady bukan? Aku melarikan mataku ke teras rumah Mas Hady, tidak ada sepatu atau sandal asing di sana. Ah, berarti mobil tetangga. Aku mengangkat bahu lalu kembali mengayunkan kakiku.

“Mas!” panggilku sambil mendorong pintu.

Tubuhku membeku. Empat laki-laki tampan di dalam sana berhenti tertawa dan kompak menoleh ke arahku. Matanya menunjukkan rasa penasaran tinggi.

Tanpa menunggu lama, aku kembali menutup pintu. Ah, mereka rombongan mobil putih tadi! Teman Mas Hady! Dan aku muncul dengan muka baru bangun tidur! Kesan pertamaku hancur.

“Ada tamu?”

Samar-samar aku mendengar suara Mas Hady di dalam sana. Aku berlari sebelum Mas Hady muncul dan menyuruhkan masuk. Tidak boleh. Sesampainya di rumah, aku masuk ke dalam kamar membawa serta piring lauknya.

Meletakkan piring di atas nakas, aku segera mengganti celana trainingku dengan jeans. Baru setelah itu aku memoles wajahku dengan make up tipis dan lipstik sebagai sentuhan terakhir. Tidak lupa menyisir rambutku, membiarkannya tergerai. Beres!

Tanpa memedulikan tatapan heran Bunda, aku keluar dari rumah sekali lagi. Kali ini, aku harus masuk ke sana dan berkenalan dengan salah satu teman Mas Hady. Biar aku yang menilai sendiri apakah temannya itu brengsek atau tidak.

Oh, hampir lupa. Soal rencana menjadikan  Mas Hady pacar pura-pura batal. Aku punya pilihan lain. Aku menghirup oksigen dan mengembuskannya perlahan lalu mendorong pintunya pelan. Tidak seperti tadi yang tidak ada feminimnya sama sekali.

“Mas,” panggilku lembut. Untungnya Mas Hady ada di antara pria-pria tampan itu.

Kakiku baru melangkah dua kali ketika Mas Hady menghampiri dan mendorongku keluar dari rumahnya. Pintunya pun ditutup. “Mas, aku mau masuk.”

“Sini.”

Aku melirik piring di tanganku lalu menyembunyikannya dibalik punggungku. “Enggak.”

“Sini lauknya.”

Aku melempar senyum ramah, berharap dia luluh. “Aku aja. Mas lagi kerja, kan? Biar sekalian aku masakin nasi, deh.”

Mas Hady menggeleng kemudian merebut piring dari tanganku. Mungkin dia pikir aku akan menyerah begitu saja. Oh, tentu tidak.

Movember [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang