Happy reading❤️❤️
📷 📷 📷
Mengingat waktu yang tersisa tiga belas hari lagi, rasanya akan sulit menemukan pengganti Farraz. Maksudku, tidak ada orang yang yakin menjalin hubungan hanya dalam kurun waktu kurang dari dua minggu saling mengenal. Kecuali kalau laki-laki itu juga mencari pasangan dengan alasan yang sama denganku.
Aku bukannya menyerah, cuma sedikit pesimis. Untungnya ada Ajeng yang terus menyemangatiku hampir setiap hari digrup. Belum lagi usahanya mengirimkan foto kenalannya dan bertanya apa ada salah satu dari mereka yang masuk ke dalam kriteriaku.
Sejauh ini tidak ada yang menarik perhatianku. Takut juga perkenalanku dengan Kak Roby terulang. Satu-satunya harapanku saat ini adalah teman Mas Hady. Walau menurutnya temannya brengsek, setidaknya pasti ada malaikat di antara mereka. Aku cukup membujuknya beberapa kali.
Obrolanku digrup terpaksa terhenti ketika telepon Kak Uta masuk. Padahal kami sedang menyusun rencana.
“Dengan Juwi di sini, ada yang bisa dibantu?”
“Aku emang butuh bantuan, Ju,” kata Kak Uta serius.
“Password-nya?”
“Ju, besok kakaknya Galih ulang tahun.”
“Nah,” potongku, “urusannya sama aku apa?”
“Jadi gini, aku mau minta tolong beliin mukena. Body-nya persis kayak kamu, Ju.”
Aku bersandar di kepala tempat tidur. “Kak, tau enggak sih? Sekarang tuh zamannya belanja online. Tinggal scroll, checkout, bayar, enggak lama eh barangnya udah nyampe. Jangan menyusahin diri sendiri, Kak.”
Kak Uta memang agak kolot. Pemikirannya hampir mirip Bunda. Selalu saja ada ketakutan jika aku menyarankan solusi agar lebih praktis. Takut ditipu lah, takut gambar dan aslinya beda, takut bahannya tidak sesuai ekspektasi.
“Enggak, Ju. Kalau beli langsung, kamu bisa pegang barangnya dan tau bahannya emang bagus apa enggak.”
Lihat, kan? Baru juga dibahas.
“Terus?” ucapku malas.
“Bantuan aku, Ju. Lagian kamu enggak ada kerjaan, kan?”
Bener lagi. Aku menghela napas. Dia yang ketinggalan zaman, kenapa aku yang disusahkan. “Ya udah, tapi bantuan aku enggak gratis.”
“Gampang itu. Oh iya, kalau ada mukena yang menurut kamu bagus. Jangan langsung dibeli, kasih lihat dulu ke aku.”
“Oke.” Sekarang aku tidak keberatan sekalipun dia banyak mau.
Sebenarnya, ada bagusnya juga aku menerima permintaan Kak Uta. Aku bisa jalan lagi tanpa menggunakan uang pribadi, semua ditanggung olehnya. Jadi, aku tidak perlu bertapa di rumah sambil mencari kesibukan.
Sembari berkeliling disalah satu mal besar di Bandung, Kak Uta tidak berhenti mengirimkan pesan. Mulai dari model yang disukai kakak calon suaminya, warna kesukaan, bahannya, menanyakan apa aku sudah menemukan yang cocok, dan masih banyak lagi. Hingga aku lelah dan berhenti meladeninya.
Keluar dari satu toko, ponselku lagi-lagi bergetar. Bukan sekali dua kali tapi getarannya terus berlanjut. Dengan malas karena tahu siapa pelakunya, aku merogoh tasku. Oh? Bukan Kak Uta. Dari grup Movember.
Ju! Farraz ada di Bandung!
Teriakanku nyaris lolos kalau saja aku tidak buru-buru membekap mulutku. Bukan cuma Ajeng yang heboh tapi semua penghuni grup. Namun yang membuatku makin kelimpungan adalah tangkapan layar dari story Farraz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Movember [TAMAT]
ChickLitDibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan kakak temannya, mencari diaplikasi dating, sampai salah satu temannya menyarankan Juwi mempertimban...