Happy reading❤️
📷 📷 📷
Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Hari di mana aku akan bertemu lagi dengan Mas Rian. Dan kabar paling bahagianya adalah, tidak ada Mas Hady yang ikut dan bertingkah seperti bodyguard. Aku tidak tahu Mas Hady ke mana, itu bukan urusanku.
Ketika sampai di kafe yang kami sepakati semalam, aku berlari kecil dan bercermin pada dinding kafe yang seluruhnya dari kaca. Karena dari luar warnanya agak gelap, aku bisa memeriksa penampilanku sebelum masuk.
Puas dengan tatanan rambut dan pakaian yang kukenakan, aku mendekat untuk memeriksa wajahku. Takut ada belek di sudut mataku. Tidak lucu kalau adegan romantis yang harusnya menyeka saus diujung bibir malah jadi menyeka belek.
Namun gerakan tanganku mendadak berhenti ketika aku mengenali sosok yang duduk di dalam sana. Dia duduk tepat di dekatku bercermin dan berhadapan langsung denganku. Mas Hady! Dia juga sadar akan keberadaanku dan segera bangkit.
Oh, tidak!
Saking paniknya, tanpa sadar aku sudah berbalik dan berpikir untuk kabur. Mumpung Mas Rian belum tiba, lebih baik aku mencari kafe lain dan mengabarinya. Rencana tadi bisa aku pikirkan dalam waktu singkat. Sayangnya, tanganku tiba-tiba dicekal sebelum berhasil meninggalkan parkiran kafe.
Dengan sangat terpaksa, aku berbalik dan menarik tanganku. “Oh? Mas Hady kok ada di sini?”
“Bukannya tadi kamu sadar kalau aku yang ada di dalam?” tuduh Mas Hady.
Apa aktingku kurang meyakinkan? Ya, aku tahu nilai pentas drama dalam pelajaran Bahasa Indonesiaku kurang tapi tadi aku berharap kemampuanku sedikit meningkat. Ternyata tidak.
“Hah? Enggak tuh!” elakku.
“Mata kita jelas-jelas ketemu.” Kali ini air muka Mas Hady tampak serius.
Aku mengalihkan pandangan. Tidak ada gunanya terus berbohong, aku tidak berbakat. “Iyaaa.”
“Terus kenapa enggak masuk?”
“Mau cari tempat lain soalnya Mas ada di dalam,” jawabku sambil menunduk.
“Kamu alergi satu tempat sama aku?”
Belum sempat menjawab pertanyaannya, panggilan Mas Rian lebih dulu menyela. Aku menengok ke kanan dan melihatnya baru saja turun dari motornya. Secara otomatis, tanganku melambai ke arahnya dengan ujung bibir terangkat tinggi.
“Mas!”
“Siapa?” tanya Mas Rian begitu tiba di dekatku.
Aku menoleh mengikuti arah pandang Mas Rian. Waduh! Karena kehadiran Mas Rian aku sampai lupa dengan Mas Hady.
Mas Hady mengulurkan tangannya dengan senyum ramah. “Saya Hady, ke—”
Aku buru-buru menarik tangan Mas Hady sebelum Mas Rian membalasnya. “Mas Hady ini sepupu aku.”
Mulut Mas Rian setengah terbuka lalu mengulurkan tangannya dan segera dibalas Mas Hady. “Saya Rian, Mas. Temannya Juwi. Oh iya, Mas, mau gabung sama kita?”
“ENGGAK!” teriakku dan langsung mengambil posisi di tengah-tengah mereka berdua. Aku lalu menggenggam kedua tangan Mas Hady “Mas Hady ada kerjaan jadi lebih baik pisah meja. Iya, kan, Mas?”
Mas Hady memang tersenyum tapi aku tahu itu palsu. Itu senyum yang menyembunyikan keinginan Mas Hady untuk menjitak kepalaku. “Iya, kalian ngobrol aja berdua.”
Aku berbalik menghadap Mas Rian. “Ah, atau kita cari tempat lain aja? Biar Mas Hady bisa fokus.”
Mas Rian menggeleng. “Enggak usah. Kita di sini aja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Movember [TAMAT]
ChickLitDibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan kakak temannya, mencari diaplikasi dating, sampai salah satu temannya menyarankan Juwi mempertimban...