Happy reading ❤️
📷 📷 📷
“Mas, mau enggak jadi pacar aku?”
“Kamu ngomong apa barusan?” Alis Mas Hady terangkat tinggi.
Jelas saja dia terkejut, ada perempuan gila yang tiba-tiba menembaknya. Tubuhku merinding, aku menggeleng sambil memejamkan mata. Dibayangkan bagaimanapun, perpaduan antara aku dan Mas Hady tidaklah cocok.
“Ihh! Enggak, enggak. Gue enggak bisa.” Aku mematikan ponselku lalu beranjak.
Baru beberapa langkah, suara Mas Hady terdengar. “Ju, aku belum jawab.”
Aku berbalik dengan kernyitan dalam. “Apaan! Aku bercanda, Mas.”
Entah apa yang aku pikirkan semalam hingga nekat mengatakan hal mengerikan semacam itu. Walau bercanda, harusnya juga tidak kulakukan. Aku menyambar remote dan menambah volume TV di depanku.
Lagu PSY Like That menggema memenuhi rumah pagi ini. Ini kelima kalinya aku mengulang lagunya untuk ikut menari. Tubuhku sudah dipenuhi lelehan keringat, terutama punggungku.
Benar kata Amel. Menari sampai kelelahan bisa membuatku lupa sejenak pada apa yang terjadi belakangan ini. Mulai dari putusnya hubunganku, dua kali gagal berkenalan dengan laki-laki, dan kekonyolan semalam.
Di pertengahan lagu, pintu tiba-tiba terbuka. Aku menghentikan gerakan, takut jika itu Bunda. Jika dia melihatku menari seperti orang gila, bisa dipastikan aku akan mendengar ceramahnya selama beberapa hari.
Oh, Mas Hady.
Tanpa memedulikannya, aku kembali menari. Aku melirik singkat dan Mas Hady malah diam di depan pintu. Memerhatikanku dengan mulut setengah terbuka.
Seandainya Mas Hady memang tidak pernah menyaksikan manusia menari, aku akan mengerti mengapa Mas Hady terkejut. Tapi itu tidak mungkin. Mas Hady bukan manusia yang tinggal di hutan tanpa ada alat elektronik. Aku terpaksa berhenti dan mematikan TV.
“Kamu ngapain?” tanya Mas Hady kemudian duduk di kursi.
Aku mengambil selembar tisu di atas meja, menempelkannya di leherku kemudian duduk. Bersandar sambil mengatur napasku. “Menurut Mas?”
“Yang jelas itu bukan olahraga.”
Walaupun aku keringat lebih banyak daripada bersepeda waktu itu, aku setuju. Jadi, aku mengangguk.
“Bukan nge-dance juga. Aku enggak pernah lihat orang dance sekaku itu.”
Jadi, itu alasannya terkejut? Aku mendengus. “Makasih pujiannya.”
Malas meladeni Mas Hady, aku mendongak dan memejamkan mata. Aku lelah karena terlalu bersemangat menari. Sayangnya, seseorang malah mengatakan dengan gamblang di depan mukaku kalau gerakanku kaku.
“Bunda mana?”
“Ngerujak di rumahnya Amel,” jawabku malas.
Pertanyaannya itu tidak penting. Sudah tahu Bunda itu mirip si bolang Trans 7, tidak bisa diam di satu tempat. Masih aja nanya. Dengan mata masih terpejam, akhirnya aku bertanya padanya.
“Mas enggak ke studio?”
“Enggak soalnya nanti ada foto pre-wed outdoor.”
Mataku langsung terbuka dan menatap Mas Hady tertarik. “Lain kali aja aku dong.”
Mas Hady mengambil botol besar di dekat kakinya dan menaruhnya di meja. “Boleh.”
“Aku serius, Mas.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Movember [TAMAT]
ChickLitDibantu temannya, Juwi bertekad move on dan mencari pengganti setelah putus dari pacar sejak SMP-nya. Targetnya sebulan. Mulai dari berkenalan dengan kakak temannya, mencari diaplikasi dating, sampai salah satu temannya menyarankan Juwi mempertimban...