30. Dusta

31 4 1
                                    

Tepat setelah tiga hari setelah kecelakaan itu, akhirnya Laura siuman. Untung saja kecelakaan itu tidak fatal meskipun beberapa bagian tubuh Laura luka-luka dan pergelangan kirinya patah. Laura sedikit mengerti bagian tubuh mana saja yang dapat berakibat fatal jika terjadi kecelakaan oleh karena itu pada saat ia terjatuh, ia sudah mengantisipasi hal tersebut.

"Mommy," panggil Angelo ketika ia melihat Laura membuka matanya. Angelo pun berdiri dari duduknya dan mendekat ke arah Laura.

Laura tersenyum dengan kedua mata berkaca-kaca. Ia mengelus perutnya yang sudah kembali datar. Sepertinya ia sudah melahirkan.

"Babynya bagaimana?" tanya Laura sembari mengelus pipi Angelo.

Abe yang saat itu baru saja masuk ke dalam ruang rawat Liora pun menatap cemas ke arah Angelo. Angelo masih anak-anak dan Abe takut jika Angelo berkata jujur pada Laura. Bukannya Abe ingin merahasiakan kondisi sebenarnya, hanya saja Abe rasa ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukan kebenaran itu pada Laura. Bahkan Arvind pun juga setuju untuk merahasiakan kematian putranya untuk sementara dari Laura karena kondisi Laura yang belum stabil. Arvind takut kondisi Laura memburuk.

Angelo diam. Dia menatap Laura lama sebelum akhirnya ia tersenyum lebar pada Laura.

"Babynya ada," jawab Angelo riang.

Abe yang mendengarnya pun mendesah lega sebelum akhirnya ia berjalan mendekat ke arah mereka berdua. Laura melemparkan pandangan matanya sekilas ke arah Abe sebelum pada akhirnya ia memusatkan pandangannya lagi kearah putra sulungnya itu.

"Laki-laki atau perempuan?" tanya Laura terlihat antusias.

"Ehm... Aku belum tahu mom, tapi sepertinya perempuan. Dia sangat cantik sekali," jawab Angelo dengan antusia seolah apa yang ia katakan memang benar adanya.

"Bisa fotokan untuk mommy sayang?" tanya Laura.

"Ra," tegur Abe agar tidak bertanya lebih pada Angelo. Karena jujur saja, Abe masih merasakan was-was jika Angelo berkata yang sebenarnya.

"Tidak bisa mom. Dokter bilang anak kecil tidak boleh masuk ke sana," dusta Angelo dengan wajah meyakinkan.

Laura tersenyum kecut mendengar jawaban Angelo. Laura yakin pasti terjadi sesuatu pada buah hatinya. Tidak mungkin kecelakaan seperti itu tidak berakibat fatal pada bayinya.

"Angelo ayo kita susul daddymu dan beritahu dia jika mommy sudah bangun," ajak Abe sebelum Laura bertanya lagi pada Angelo.

Angelo pun mengangguk setuju, ia pun mendekatkan bibirnya pada Laura dan mencium bibir Laura sekilas.

"Mommy tenang saja. Jangan pikirkan apapun dan beristirahatlah. Aku akan memanggil daddy kemari," pamit Angelo sebelum akhirnya keluar dari ruang rawat Laura untuk menemui daddynya.

Angelo berlari menuju halaman rumah sakit dengan Abe yang menjaganya dari belakang. Di sana sudah ada daddynya yang sedang bermain bersama Al dan uncle Leo ternyata juga ada di sana.

Arvind sengaja tidak membawa Al yang masih berumur tiga tahun itu masuk ke dalam rumah sakit. Selain karena dilarang, Arvind juga tidak ingin putra kesayangannya terpapar berbagai penyakit saat masuk ke dalam rumah sakit untuk menemui Laura.

"Daddy!" panggil Angelo sembari berlari ke arah Arvind.

"Hello boy, hati-hati," ujar Arvind saat Angelo sedikit tersandung batu kerikil di depannya dan untung saja Arvind berhasil menangkap tubuh Angelo sebelum bocah enam tahun itu terjatuh.

"Akak Ello," panggil Al sembari menunjuk Angelo dengan suara cadelnya.

"Tidak sekarang Al. Kakak tidak mau bermain bersamamu sekarang. Ada hal yang lebih penting dari itu," tolak Angelo sembari berjongkok di hadapan Al.

Plak!

"Argh dad!! Al memukulku!" adu Angelo pada Arvind sembari memegangi pipinya.

"Al jangan memukul kakakmu. Nanti kalau kau dibalas pukulan oleh kakakmu, kau bisa pingsan," ujar Arvind sembari tertawa kecil.

Abe melihat tawa Arvind yang hambar. Mata sayu Arvind yang tampak mengenaskan belum lagi ditambah kantung mata dan lingkaran hitam di bawah matanya cukup membuatnya iba.

Arvind pasti tidak dapat tidur nyenyak dan ia selalu berjaga 24 jam kalau-kalau Laura sudah siuman. Ini saja Arvind baru mau keluar dari ruang rawat Liora karena Al menangis dan Leo tidak dapat menenangkannya.

"Lo nggak mau ketemu Laura dulu? Dia sudah siuman," tanya Abe.

Arvind menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.

"Dad, nanti kalau mommy bertanya apakah Angelo sudah melihat adik bayinya, daddy jawab saja sudah ya. Tadi Angelo berbohong pada mommy," pesan Angelo pada Arvind saat Arvind hendak melangkahkan kakinya pergi.

"Perintah diterima," ujar Arvind sembari memberi hormat pada Angelo.
Angelo pun tersenyum senang melihat Arvind memberikan hormat padanya seperti seorang tentara.

"Ayo Al kita bermain bersama uncle Leo dan uncle Abe. Daddy harus menjaga mommy di dalam," ajak Angelo sembari menggenggam tangan kecil Al.

Arvind pun tersenyum tipis melihatnya. Setelahnya ia pun melangkahkan kakinya menuju ruang rawat Laura. Ia ingin melihat bagaimana kondisi istrinya.

*****

"Maaf sus, bayi saya bagaimana ya? Apa dia selamat?" tanya Laura pada seorang suster yang baru saja mengganti botol infusnya.

Suster tersebut tampak sedikit terkejut dan bingung hendak menjawab apa. Pasalnya Arvind sudah meminta pihak rumah sakit agar merahasiakan kematian putranya dari Laura.

"Mirna!"

Suster tersebut menghela nafasnya lega begitu mendengar sebuah suara dari rekan kerjanya yang memanggilnya. Yah setidaknya ia bisa menghindari pertanyaan Laura.

"Maaf bu, saya ada panggilan. Permisi," pamit suster tersebut sembari buru-buru keluar dari rawat Laura.

"Untung aja lo panggil gue. Gue udah kebingungan tadi mau jawab apa," ujar Mirna pada rekannya.

"Iya. Tapi kasian banget ya bu Laura. Dia pasti sedih banget kehilangan putranya. Setiap suster ataupun dokter yang datang untuk memeriksa pasti ditanyai bagaimana keadaan bayinya," ujar Tika.

"Serius?"

"Iya. Gue aja pengen nangis kalau dengar cerita suster lainnya. Tapi kita kan dilarang kasih tahu yang sebenarnya," ujar Tika yang disetujui oleh Mirna.

Arvind yang tidak sengaja mendengar pembicaraan kedua suster tersebut saat mereka berpas-pasan dengannya pun tersenyum kecut.

Laura pasti benar-benar ingin tahu keadaan putranya sampai-sampai setiap suster maupun dokter yang memeriksanya ia tanyai bagaimana kondisi buah hatinya. Tapi Arvind masih harus tetap merahasiakan fakta tersebut sampai kondisi Laura benar-benar membaik.

"Ra," panggil Arvind yang baru saja memasuki ruang rawat Laura.

Laura menoleh kearah Arvind. Arvind berjalan mendekat kearah Laura dan duduk tepat di samping brankar Laura.

"Babynya bagaimana?" tanya Laura pada Arvind sebelum Arvind memulai pembicaraan mereka.

"Ada," dusta Arvind.

"Aku mau lihat," ujar Laura.

Arvind tersenyum lembut sembari mengelus puncak kepala Laura dengan sayang.

"Iya, nanti ya? Tubuh kamu masih lemah sayang, selain itu babynya masih butuh perawatan intensif jadi belum bisa dibawa kemari," ujar Vino memberi alasan.

"Fotokan saja kalau begitu," jawab Laura.

"Tidak boleh sayang," tolak Arvind lembut.

"Why?"

"Ini bukan rumah sakit milik kita okay. Kita sabar aja dulu ya? Nanti kalau kamu dan babynya sudah membaik, dokter pasti mengijinkan kamu menemuinya," dusta Arvind lagi.

"Karena kamu berbicara seperti itu sekarang aku yakin dengan apa yang ada di pikiranku," ujar Laura dengan kedua mata berkaca-kaca. "Bayiku tidak selamatkan?" tanya Laura sembari menangis.



*****

Be With You (after married)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang