32. Sentimental

24 3 0
                                    

Selang beberapa hari setelahnya Laura sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumahnya. Kondisinya sudah cukup membaik meskipun kaki sebelah kirinya masih terlihat sedikit membengkak.

Dengan sabar Arvind menggendong tubuh ramping Laura dan membawanya masuk ke dalam rumah. Selama perjalanan pulang dari Bali ke Jakarta, Laura hanya tertidur pulas tanpa menikmati pemandangan yang indah dari jet pribadi mereka. Mungkin kondisi Laura masih belum sepenuhnya kembali ke sedia kala.

Angelo dan Alvaro juga tertidur pulas di samping Laura. Mereka berdua pun digendong oleh Peter dan Abe saat memasuki rumah.

Saat mereka memasuki pintu utama rumah mereka, Rinta sudah berada di dalamnya menyambut kedatangan keluarga kecil Arvind dengan senyuman kecil. Rinta pun mengambil alih Alvaro yang berada dalam gendongan Peter dan kemudian menggendongnya.

"Pasti capek sekali ya? Lihat jagoan mama tertidur semua," ujar Rinta sembari tertawa kecil.

"Jagoan mama yang satu ini juga capek ma," keluh Arvind sembari mengerucutkan bibirnya saat Rinta hanya memperhatikan kedua cucunya saja.

Rinta tertawa kecil melihat tingkah Arvind yang masih saja manja padanya meskipun ia sudah berkeluarga. Tapi itu yang Rinta suka dari Arvind. Sifat manjanya tidak pernah berubah ataupun berkurang sedikitpun.

"Yasudah, kamu tidurkan Laura dulu setelah itu biar mama siapkan makanan untuk kamu. Abe juga ikut makan malam disini kan?" tanya Rinta lembut.

"Tidak tante, maaf. Abe punya janji sama papa untuk makan malam di rumah," tolak Abe lembut. Rinta pun menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

Arvind pun segera berjalan menuju ke kamarnya dan segera merebahkan Laura di sana.

Setelah menidurkan Laura, Arvind berjalan dan memandangi setiap sudut kamarnya. Tidak ada yang berubah dari interior kamarnya. Ya tentu saja! Mana ada yang berani mengotak-atik kamarnya tanpa ijin darinya.

Tiba-tiba pandangannya terhenti pada sebuah foto yang terpajang di dinding dengan elegan. Sebuah foto keluarga. Begitu melihatnya Arvind langsung menjadi sentimental.

Dipandanginya lama foto ayahnya dengan perasaan yang tidak dapat digambarkan oleh kata manapun. Ia masih teringat begitu jelas setiap perdebatan kecilnya di meja makan bersama Leo dan bagaimana ayahnya yang selalu berada di pihaknya dan ikut mengejek Leo. Arvind tertawa kecil ketika teringat akan hal itu.

Lalu Arvind teringat saat ia berkelahi dengan Leo di rumah sakit, ayahnya lah yang berhasil menghentikannya. Bahkan ayahnya juga memecat seluruh pegawai rumah sakit yang hanya melihat perkelahian mereka tanpa mau memisahkannya. Arvind juga ingat betul bagaimana ayahnya membantunya mengatasi masalah Armament, bahkan ayahnya sendirilah yang turun tangan menghadapi Bloody. Arvind sangat bangga pada ayahnya itu.

Ayahnya yang mengajarinya betapa pentingnya sebuah persahabatan, perngorbanan dan sebuah kekeluargaan. Lihat saja sekarang, Alden mau menerima Bunga padahal Bunga adalah putra dari Heri musuhnya. Bahkan saat Heri tertembak pun ayahnya juga berusaha keras untuk menyelamatkannya padahal saat itu peluru itu hampir saja melukai Laura dan Arvind. Ayahnya mengesampingkan hal itu dan terus berusaha menyelamatkan Heri.

Juga pada saat kecelakaan yang dialaminya bersama Daniel. Arvind tidak tahu langsung kejadian itu, ia mendengarnya dari Leo kalau ayahnya lah yang menenangkan ayahnya Daniel. Padahal saat itu ia sendiri juga sedang kalut melihat kecelakaan Arvind yang begitu parah.

Sama sepertinya, ayahnya juga mengalami hal yang sama dengannya. Ayahnya kehilangan Heri dan Darka sedangkan ia kehilangan Riski dan Yeri. Namun sekarang Arvind juga sudah kehilangan sosok tersebut selamanya.

Be With You (after married)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang