"Gimana hasilnya?"
Kepalaku tertunduk. Tidak lagi lesu. Tapi tidak ada tenaga yang menyongkong tubuhku. Nyaris semua. Dari ujung kepala hingga kaki, terasa lemas, hanya gara-gara satu kalimat yang tidak pernah aku duga sebelumnya keluar dari mulut mas Dimas sendiri.
Iya. Laki-laki yang kini tengah memegang kemudinya di sampingku. Yang beberapa waktu lalu memberiku Boomerang paling mematikan selama 19 tahun hidupku. Kenyataan yang sudah aku ketahui namun enggan aku terima.
"Nay?"
"....."
"Aku keterima" akhirnya mulutku bergerak walaupun sangat pelan dan suara yang dihasilkan nyaris tertelan suara dari luar mobil. Yaah kaca yang sengaja aku turunkan hanya sekedar untuk pengalihan ketimbang menatap manusia satu disamping ku ini. Aku bergumam pelan tanpa menoleh padanya. Lebih memilih untuk melihat pemandangan jalan yang padat dengan berbagai macam jenis kendaraan diwaktu jam makan siang sekarang.
"Dimana?"
Singapore "Kampus pilihan Naya"
"Dimana itu?"
"Nanti juga tahu"
"Tadi mama mu nyuruh saya buat jemput kamu. Katanya kamu lagi ngga bawa kendaraan. Dan kebetulan di rumah lagi ngga ada orang" Kepalaku menoleh. Menatap mas Dimas selekat yang aku bisa.
"Lain kali ngga boleh dan mau"
"Maksudnya?"
"Ngga boleh begini. Jemput Naya dan jangan mau kalau di suruh Mama"
"Kenapa?"
"Masih harus Nay pertimbangkan jawabannya?"
"Maaf Nay"
"Jadi, kabar baik yang beberapa bulan lalu Naya dengar itu bohong? Perihal mas Dimas yang lamar Naya ke Ayah?"
Mas Dimas menatapku. Ia terdiam lalu lebih memilih mengalihkan tatapannya dariku. Ia lebih memilih mengabaikan pertanyaan ku.
Dan setelahnya, suasana mobil benar-benar hening. Aku kembali terdiam. Menatap jalanan diluar sana. Sedangkan laki-laki di sampingku itu, yang aku tahu diam-diam sesekali mencoba melirikku aku hiraukan begitu saja.
Bahkan, hingga mobil milik mas Dimas berhenti di depan pelataran rumah, kami masih saja saling terdiam. Membisu satu sama lain. Aku benar-benar bingung dan nggak tahu harus bicara apa.
"Thanks ya mas. Sorry ngerepotin"
"Nay?"
Tanganku yang hendak membuka pintu mobil terhenti. Lebih tepatnya di cekal mas Dimas agar aku memperhatikannya. Dan berhasil. Aku yang hendak keluar dari mobilnya mendadak urung. Dan kini aku lebih memilih menoleh, menatap laki-laki di sampingku itu yang juga ikut menatapku.
"....."
"You okay?"
"Maksudnya?"
"Dengan semua ini. Termasuk aku dan Laras"
"Oh"
"....."
"Aku oke. Kenapa aku harus nggak oke? Ooh apa karena aku belum ngasih selamat ya ke mas Dimas. Jadi mas Dimas merasa aku nggak antusias dan sebagainya?"
"Enggak nay. Bukan gitu maksud saya. Maksud saya, saya harus--"
"Selamat ya mas. Semoga semua dilancarkan sampai hari H"
Dan kali ini aku benar-benar melangkahkan kakiku keluar. Setelah mengucapkan kalimat terakhir ku. Menghiraukan umpatan pelan mas Dimas namun yang masih sanggup aku dengar meskipun aku sudah di luar mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I LOVE YOU TETANGGA (END)
Lãng mạnWiting Tresno Jalaran Soko Kulino. Bagi Kanaya Adijaya, pepatah Jawa yang satu itu masih menjadi tanda tanya besar pada hatinya. Witing = Permulaan Tresno = Cinta Jalaran = Karena Soko = Dari Kulino = Terbiasa Pepatah yang artinya "Cinta tumbuh k...